BUDAYA
POSITIF
Budaya positif di lingkungan sekolah perlu dilakukan.
Upaya ini merupakan wujud sinergitas character building pada siswa di
lingkungan belajar di tengah pandemi yang dilakukan di SMA Unggulan BPPT Al
Fattah Lamongan. Hal ini merupakan upaya untuk menanamkan berbudaya positif
kepada siswa untuk membangun generasi yang bermartabat. Dalam menciptakan budaya positif, kita
perlun memperhatikan lebih mendalam tentang strategi yang menumbuhkan
lingkungan yang positif di sekolah untuk mendukung pembelajan yang bermakna.
Dengan cara melakukan berbagai upaya dalam menerapkan dan meningkatkan
disiplin, kesungguhan mengontrol murid, menjalankan dalam menerapkan budaya
positif. Salah satunya budaya malu di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan
salah satu kampanye berbudaya positif yang memanfaatkan media sosial yang
berbentuk video dan poster. Hal ini dirasa efektif karena dekat dengan
keseharian belajar siswa dalam metode luring maupun daring. Budaya malu
mendapat respon yang baik, bukan hanya dari siswa akan tetapi juga dari rekan
sejawat dan tentunya orang tua siswa juga. hal yang lain siswa menjadi lebih
sadar akan pentingnya berbudaya positif,
harapannya kedepan menjadikan budaya di lingkungan sekolah lebih
humanis, bermartabat dan akhirnya menjadi keyakinan kelas, adanya salah satu
langkah budaya positif akan sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam rangka
mewujudkan merdeka belajar.
Budaya positif meliputi 6 hal yaitu 1) perubahan
paradigma stimulus respon, 2) konsep disiplin positif, 3) keyakinan kelas, 4)
pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, 5) lima posisi control, dan 6) segitiga
restitusi.
Pertama, perubahan paradigma stimulus respon, Untuk
membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang aman,
dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan
merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu
ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di
sekolah-sekolah kita.
Kedua, konsep disiplin positif, Merupakan topik
pembahasan tentang disiplin. belajar tentang konsep disiplin positif yang
merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita citacitakan di
sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin,
pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan
anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Ketika
mendengar kata “disiplin”, Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin
dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Ada Tiga macam
Motivasi Perilaku Manusia yaitu 1) Untuk menghindari ketidaknyamanan atau
hukuman, 2) Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, 3)
Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan
nilai-nilai yang mereka percaya.
Ketiga, keyakinan kelas. Dalam pembentukan keyakinan
kelas, 1) Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang
lebih rinci dan konkrit. 2) Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
3) Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. 4)
Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan
dipahami oleh semua warga kelas. 5) Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang
dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 6) Semua warga kelas hendaknya ikut
berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. 7)
Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu. pertama-tama
perlu diciptakan dan disepakati adalah keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip
dasar bersama warga kelas. Dan salah satu yang telah disepakati yaitu budaya
malu, dengan kesepakatan “ Saya malu jika”
Keempat, pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia. Semua tindakan yang kita lakukan di dalam
kelas harus dapat menciptakan sebuah lingkungan positif, aman dan nyaman. Dari
keyakinan kelas yang telah disepakati bersama akhirnya terbentuklah budaya
positif,. Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita
lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.
Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang
memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu 1) kebutuhan
untuk bertahan hidup (survival), 2) cinta dan kasih sayang (love and belonging)
Kebutuhan untuk diterima, 3) kebebasan (freedom) kebutuhan akan pilihan,4) kesenangan (fun) kebutuhan akan rasa senang,
dan 5) Penguasaan (power) kebutuhan pengakuan atas kemampuan. Ketika seorang murid
melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau
melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi
kebutuhan dasar mereka. Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas
mereka. Tentunya sebagai guru kita ingin mereka memasukkan hal-hal yang
bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke dalam dunia berkualitas
mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan
murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif
dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan.
Kelima, lima posisi control. Melalui serangkaian riset
dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada
5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam
melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah
·
Penghukum
(Hukuman fisik atau verbal) “Patuhi tata tertib”
·
Pembuat
Orang Merasa Bersalah (Biasanya guru menyampaikan dengan suara yang lembut.
“Bagaimana kalau orang tuamu tahu”
·
Teman
(Guru memposisikan sebagai teman) “Ingat tidak bantuan bapak selama ini
·
Monitor
(Pemantau/mengawasi) “apa yang telah kamu lakukan?”
·
Manajer
(mempersilahkan murid untuk mempertagungjawabkan perilakunya dan mencari
solusinya
Keenam, segitiga restitusi . Restitusi adalah proses
menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan, langkah-langkahnya
yaitu 1) Menstabilkan Identitas (Kita semua akan melakukan hal terbaik yang
bisa kita lakukan), 2) Validasi Tindakan
yang Salah (Semua perilaku memiliki alasan) 3) Menanyakan Keyakinan (Kita semua
memiliki motivasi internal)
Peristiwa
Puji
syukur saya ucapkan ke Kehadirat Allah S.W.T. karena atas karunia -Nya saya
telah diberikan nikmat kesehatan sehingga sampai saat ini saya masih bisa
melaksanakan dan menyelesaian Program Guru Penggerak sampai ke Modul 1.4
tentang budaya positif. Terima kasih untuk keluarga kecil saya dan keluarga
besar SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan yang telah mensupport sampai ke
tahap ini. Ada beberapa hal yang harus dikerjakan oleh calon guru penggerak
modul 1,4 ini yaitu mulai dari diri, eksplorasi konsep, eksplorasi konsep
diforum diskusi dengan fasilitator, kolaborasi di ruang kolaborasi dan setiap
CGP berkolaborasi bersama kelompoknya masing-masing dengan didampingi fasilitator
yang terus memberikan arahan dan motivasi kepada kami. Saat Pendampingan
Individu 1, saya benar-benar mendapatkan sharing pengalaman dan motivasi yang
sangat bermanfaat dari Pengajar Praktik Bapak Akhiyat,M.Pd yang memberikan
motivasi yang sangat luar biasa untuk saya terus berjuang mengimplementasikan
apa yang saya peroleh selama program guru penggerak ini. Melalui jadwal yang
telah disusun sebelumnya, kegiatan demi kegiatan telah saya lewati. Pengalaman
pertama saya membuat sebuah karya dengan melibatkan peserta didik dalam
menyelesaikan sebuah kasus dengan menggunakan posisi kontrol dan segitiga
restitusi berupa demonstrasi konstektual penerapan posisi kontrol dan segitiga
restitusi yang diunggah di chanel youtube saya.
Perasaan
Banyak
hal yang saya rasakan selama menjalani Pendidikan Guru Penggerak sampai pada
tahap ini. Berbagai rasa bercampur menjadi satu, ada rasa khawatir, takut tidak
bisa mengikuti kegiatan ini secara maksimal, mengingat beberapa kendala yang
siap menghadang saya, di antaranya yaitu kesibukan saya mengajar dan tugas
tambahan saya. Perasaan saya saat ini adalah semangat untuk terus berubah dan
belajar sehingga perubahan yang diharapkan dari program ini bisa saya
implementasikan. Sejalan dengan mengerjakan tugas-tugas di LMS ini saya terus
mencoba menerapkan dan mencoba menempatkan saya pada posisi manager dan
menggunakan segitiga restitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus yang dialami
siswa saya.
Pembelajaran
Dari
pembelajaran pada modul 1.4 ini saya semakin paham bahwa menumbuhkan disiplin
itu harus datang dari diri siswa itu sendiri bukan karena takut dihukum atau
diberi penghargaan jika mereka tidak ada melakukan pelanggran kedisplinan.
Sebagai seorang pendidik, saya harus berusaha untuk membawa siswa saya
menerapkan nilai-nilai kebajikan universal dalam kehidupannya sehari hari. Saya
menyadari untuk melakukan sebuah perubahan butuh perjuangan yang berat, namun
saya yakin dengan berlahan perjuangan untuk melakukan perubahan pasti akan
terwujud. Saya menyadari bahwa anak memiliki kodrat merdeka. Oleh karena itu
saya harus memberikan kemerdekaan kepada anak-anak untuk menyelesaikan
tugas-tugasnya sesuai dengan minat, bakat , dan kreatifitasnya.
Penerapan
Saya
akan melakukan budaya positif di kelas saya dengan mulai berangsur menempatkan
diri saya pada posisi kontrol manajer dalam menghadapi siswa saya dan mulai
menggunakan Segitiga Restitusi dalam menyelesaikan masalah-masalah siswa yang
ada di kelas saya. Secara berlahan dan pasti saya akan berusaha mensosialisasikan
serta menggerakkan guru-guru yang ada di sekolah saya untuk mulai melakukan hal
yang sama.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.