Mengacu
pada :
HOW
AM I USING INQUIRY-BASED LEARNING TO IMPROVE MY PRACTICE AND TO ENCOURAGE
HIGHER ORDER THINKING AMONG MY STUDENTS OF MATHEMATICS?
Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin pesat serta derasnya informasi di era globalisasi ini,
merupakan tantangan bagi kita semua. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya
manusia yang berkualitas untuk dapat menghadapi tantangan tersebut. Untuk
memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas tersebut diperlukan adanya
suatu pendidikan.
Pendidikan merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Untuk mencapai suatu keberhasilan dalam
pendidikan, seseorang memerlukan suatu cara agar mendapat pendidikan yang
bermakna dan bermanfaat dalam kehidupannya. Pendidikan juga memberikan peranan
penting dalam membentuk manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan akan
terjadi proses pendewasaan diri, sehingga didalam proses pengambilan keputusan
terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggungjawab
yang besar.
Mengingat pentingnya pendidikan
bagi suatu negara, serta fungsi pembelajaran dalam pendidikan, maka diperlukan
panduan untuk merumuskan tujuan pembelajaran bagi para praktisi pendidikan.
Pada kegiatan pembelajaran, tentunya peserta didik diajarkan memecahkan
masalah. Dalam mengajarkan bagaimana memecahkan masalah, guru seringkali
memberikan contoh-contoh bagaimana memecahkan suatu masalah, tanpa memberikan
kesempatan banyak pada peserta didik untuk berusaha menemukan sendiri
penyelesaiannya. Sehingga dengan cara demikian peserta didik menjadi kurang
kreatif dalam memecahkan masalah. Akibatnya peserta didik hanya mampu
memecahkan masalah bila telah diberikan caranya oleh guru. Dengan demikian,
seringkali melakukan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal bahkan
kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta didik jarang sekali terdeteksi oleh
guru. Akibatnya, peserta didik mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dalam
menyelesaikan soal.
Disamping itu kebiasaan
penggunaan tes obyektif sebagai evaluasi hasil belajar peserta didik,
menyebabkan peserta didik tidak terbiasa menyelesaikan soal yang berbentuk
uraian. Dampak yang muncul dari kondisi semacam itu adalah peserta didik
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah. Karena dalam menyelesaikan
masalah khususnya masalah matematika dibutuhkan kemampuan untuk pengetahuan,
pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi bahkan mencipta. Sehingga akan
menjadikan peserta didik lemah dalam memecahkan masalah yang membutuhkan
kemampuan kognitif yang tinggi.
Menurut Bloom (1956) kemampuan
kognitif diklasifikasikan menjadi enam level kognitif yang lebih dikenal dengan
nama taksonomi Bloom. Enam level kognitif terdiri dari tiga level terendah adalah
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi yang lebih dikenal dengan berpikir tingkat
rendah (lower order thingking skills).
Tiga level tertinggi adalah analisis, sintesis, dan evaluasi yang lebih dikenal
dengan berpikir tingkat tinggi (higher
order thingking skills). Berpikir tingkat tinggi (higher order thingking skills) memerlukan pembelajaran dan metode
mengajar yang berbeda dari pembelajaran fakta (Krathwohl : 2002).
Lebih lanjut Miri et al, (2007)
berpendapat bahwa :
“Problem solving, inferring,
estimating, predicting, generalising and creative thinking are all considered
to be higher order thinking skills”.
Ini berarti memecahkan masalah,
menyimpulkan, memperkirakan, memprediksi, dan berpikir kreatif dianggap sebagai
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Menurut peneliti, dengan melatih
kemampuan berpikir tingkat tinggi diantara siswa dari segala usia adalah tujuan
pendidikan yang penting dan kemampuan berpikir tingkat tinggi merupakan elemen penting dari kesuksesan
(Gough, 1991; Marzano, 1998; Zohar et al, 2001; Sousa, 2008; Tuhan dan
Baviskar, 2007). Oleh karena itu mengingat betapa pentingnya siswa memiliki
kemampuan berpikir tingkat tinggi seharusnya sebagai pendidik dapat
memfasilitasi siswa untuk mengembangkan atau mendorong siswa untuk berpikir
tingkat tinggi. Salah satu cara untuk mendorong siswa untuk berpikir tingkat
tinggi adalah dengan menggunakan pembelajaran berbasis inquiry (IBL).
Pembelajaran berbasis inquiry (IBL) dapat mendorong kemampuan berpikir
tingkat tinggi dikarenakan saat pembelajaran berbasis inquiry siswa terlibat
aktif selama pembelajaran dikelas sehingga siswa diharapkan untuk mengembangkan
kapasitas untuk berpikir, alasan, dan memecahkan masalah dengan cara matematis
yang tepat, koneksi dengan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman siswa selama
pembelajaran.
Inqury berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau
terlibat, dalam
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan.Ia menambahkan bahwa pembelajaran inqury ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk
membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan
proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari
pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk
membangun kemampuan itu.
Lebih lanjut untuk menilai
kemampuan berpikir tingkat tinggi diantara siswa dapat menggunakan taksonomi SOLO Structure of Observed
Learning Outcomes). Biggs dan Collis (1982) mendesain taksonomi SOLO
sebagai suatu alat evaluasi tentang kualitas respons siswa terhadap suatu
tugas. Biasanya, mengukur kemampuan siswa dalam merespon (baca: menjawab) suatu
masalah matematika dengan cara membandingkan jawaban benar optimal dengan
jawaban yang diberikan siswa. Taksonomi SOLO digunakan untuk mengukur kualitas
jawaban siswa terhadap suatu masalah berdasar pada kompleksitas pemahaman atau
jawaban siswa terhadap masalah yang diberikan.
Menurut Biggs dan Collis (1982)
dan Kanuka (2005) dalam taksonomi SOLO tingkat kemampuan respon siswa
dikelompokkan dalam 5 level yaitu, level 0: prastruktural (pre-structural), level 1: unistruktural (uni-structural), level 2: multistruktural (multy-structural), level 3: relasional (relational), dan level 4: extended
abstract.
Berdasarkan uraian diatas penulis
mengambil judul tentang “ Bagaimana Menggunakan Pembelajaran Berbasis Inquiry Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Siswa Pada pembelajaran Matematika”.
B.
Pertanyaan Makalah
Pertanyaan yang akan dibahas
dalam makalah ini adalah bagaimana menggunakan pembelajaran berbasis inquiry
untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada pembelajaran matematika.
C.
Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang
berbeda, mewujudkan kesatuan pandangan, dan kesamaan pemikiran, perlu kiranya
ditegaskan istilah-istilah yang berhubungan dengan makalah ini sebagai berikut
:
1. Pembelajaran berbasis inquiry
Pembelajaran
berbasis inquiry adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menempatkan
guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa yang diperlukan.Dalam
pendekatan pembelajaran ini, siswa didorong untuk berfikir sendiri,
menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan
atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing,
tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.
2.
Level inqury
Menurut Herron (Dalam Bunchi and Bell)[3], ada empat
level inquiry. Level ini didasarkan
pada intensitas belajar yang dialami oleh siswa. Keempat level dimaksud adalah
sebagai berikut :
a.
Level 0, Control
Inquiry
Masalah, prosedur, metode, solusi diberikan kepada
siswa.Siswa melakukan percobaan dan menverifikasi hasil dengan manual.
b.
Level 1, GuidedInquiry
Masalah dan prosedur diberikan pada siswa.Siswa
menafsirkan data dalam rangka untuk mengajukan solusi nyata.
c.
Level 2, OpenInquiry
Masalah diberikan kepada siswa. Siswa mengembangkan
prosedur untuk menginvestigasi masalah, memutuskan data apa yang dikumpulkan,
dan menafsirkan data untuk menghasilkan solusi nyata.
d.
Level 3, AutonomousInquiry
Siswa merumuskan sendiri pertanyaan penelitian,
mengeskplorasi, mengembangkan prosedur untuk menginvestigasi masalah, memutuskan
data apa yang akan dikumpulkan, dan menafsirkan dalam rangka untuk mengajukan
solusi nyata. Siswa menginvestigasi sendiri layaknya ilmuwan. Guru sama sekali
tidak membantu siswa dalam merumuskan dan memecahkan masalah. Siswa mandiri
sepenuhnya.
3. Berpikir Tingkat Tinggi
Berpikir
tingkat tinggi adalah klasifikasi tujuan pendidikan pada ranah kognitif menurut
taksonomi Bloom yang terdiri dari tiga level yaitu analisis, sintesis, dan
evaluasi.
4.
Pembelajaran
Matematika
Pembelajaran Matematika adalah proses interaksi
antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah
logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja
diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika
tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar
secara efektif dan efisien.
Untuk Lebih Lengkap Unduh disini
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.