Showing posts with label Pendidikan Guru Penggerak. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan Guru Penggerak. Show all posts

Friday, July 21, 2023

Jurnal Rfeleksi Modul 2.2

PEMBELAJARAN SOSIAL DAN EMOSIAL

 

Menurut Ki Hajar Dewantara (KHD) bahwa pendidik adalah penuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pemikiran KHD tersebut mengingatkan bahwa tugas pendidik sebagai pemimpin pembelajaran adalah menumbuhkan motivasi mereka untuk dapat membangun perhatian yang berkualitas pada materi dengan merancang pengalaman belajar yang mengundang dan bermakna. Kita merencanakan secara sadar pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dibutuhkan murid-murid untuk mewujudkan kekuatan (potensinya).

Kesadaran akan proses pendidikan yang dapat menuntun tumbuh kembang murid secara holistik sudah menjadi perhatian pendidik sejak lama. Kesadaran ini berawal dari teori Kecerdasan Emosi Daniel Goleman, dikembangkanlah CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) pada tahun 1995.Sebagai konsep Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE). Konsep PSE berdasarkan berdasarkan kerangka CASEL tersebut dikembangkan Daniel Goleman bersama sekelompok pendidik, peneliti, dan pendamping anak. PSE berbasis penelitian ini, bertujuan untuk mendorong perkembangan anak secara positif dengan program yang terkoordinasi antara berbagai pihak dalam komunitas sekolah.

Pengertian Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah Pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

 

Tujuan Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)

·         Memahami, menghayati dan mengelola emosi (kesadaran diri)

·         Menetapkan dan mencapai tujuan positif (manajemen diri)

·         Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial)

·         Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan membangun relasi)

·         Membuat keputusan yang bertanggung jawab (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)

Capaian Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE)

·         Menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

·         Meningkatkan kompetensi sosial dan emosional, terciptanya lingkungan belajar yang lebih positif, peningkatan sikap positif dan toleransi murid terhadap dirinya, orang lain dan lingkungan sekolah

·         Menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora.

Menerapkan PSE dengan kerangka CASEL (Collaborative for the Advancement of Social and Emotional Learning). Pembelajaran Sosial Emosional dalam kerangka CASEL ini mencakup 5 komponen yaitu: Kesadaran Diri (Self Awareness), Pengelolaan Diri (Self Management), Kesadaran Sosial (Social Awareness), Kemampuan Berinteraksi Sosial (Relationship Skills), Pengambilan Keputusan Bertanggung Jawab (Responsible Decision-Making).

 

 

 

5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE)

·         Kesadaran Diri: kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai diri sendiri, dan bagaimana pengaruhnya pada perilaku diri dalam berbagai situasi dan konteks kehidupan.

·         Manajemen Diri: kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran, dan perilaku diri secara efektif dalam berbagai situasi dan untuk mencapai tujuan dan aspirasi

·         Kesadaran Sosial: kemampuan untuk memahami sudut pandang dan dapat berempati dengan orang lain termasuk mereka yang berasal dari latar belakang, budaya, dan konteks yang berbeda-beda.

·         Keterampilan Berelasi: kemampuan untuk membangun dan mempertahankan hubungan-hubungan yang sehat dan suportif.

·         Pengambilan Keputusan yang Bertanggung Jawab: kemampuan untuk mengambil pilihan-pilihan membangun yang berdasar atas kepedulian, kapasitas dalam mempertimbangkan standar-standar etis dan rasa aman, dan untuk mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari bermacam-macam tindakan dan perilaku untuk kesejahteraan psikologis (well-being) diri sendiri, masyarakat, dan kelompok.

Well-Being

Well-being adalah kondisi nyaman, sehat, dan bahagia. Kondisi individu yang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur tingkah lakunya sendiri, dapat memenuhi kebutuhan dirinya dengan menciptakan dan mengelola lingkungan dengan baik, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup mereka lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya.

 

 

 

Implementasi Kompetensi Sosial dan Emosional

Pengajaran KSE secara eksplisit

Murid secara khusus memiliki kesempatan untuk menumbuhkan, melatih, dan merefleksikan kompetensi sosial dan emosional dengan cara yang sesuai dan selaras dengan perkembangan budaya. Integrasi KSE dalam praktek mengajar guru dan kurikulum akademik. Tujuan KSE diintegrasikan ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, musik, seni, dan pendidikan jasmani. Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah. Lingkungan belajar di seluruh sekolah dan kelas mendukung pengembangan kompetensi sosial dan emosional, responsif secara budaya, dan berfokus pada upaya membangun hubungan dan komunitas

Kesadaran Diri (Mindfulnes)

PSE berbasis kesadaran penuh (mindfulness) dapat memberikan perhatian secara berkualitas yang didasarkan keterbukaan pikiran, rasa ingin tahu (tanpa menghakimi) dan kebaikan hati (compassion) yang akan membantu seseorang dalam menghadapi situasi-situasi menantang dan sulit. Kesadaran diri memberikan penghargaan terhadap perbedaan, pemahaman diri dan orang lain, kemampuan menghadapi tantangan dan perspektif yang berbeda-beda dari orang lain (resiliensi)

Penerapan PSE di Kelas

PSE Teknik Rutin, Terintegrasi dalam Mata Pelajaran dan Protokol. Penerapan PSE dengan teknik Rutin, Terintegrasi dalam Mata Pelajaran, dan Protokol. PSE Rutin merupakan penerapan PSE yang terjadwal, misalnya kegiatan rutin yang dilakukan di sekolah seperti kegiatan membuat lingkaran pada pagi hari dimana masing-masing siswa menulis atau menyampaikan apa yang akan dicapai selama belajar pada hari tersebut. PSE Terintegrasi mata pelajaran dapat dilakukan di sela-sela penyampaian materi, misalnya dengan diskusi kasus atau diskusi penyelesaian masalah secara berkelompok. PSE Protokol menjadi kegiatan sekolah yang sudah menjadi sebuah tata tertib dan kebijakan sekolah dilakukan secara mandiri oleh peserta didik, misalnya membangun hubungan sosial yang positif, penyelesaian masalah tanpa kekerasan dan lain sebagainya.

PSE Teknik STOP. PSE dengan STOP (Stop, Take a deep breath, Observe, dan Proceed) artinya S-Berhenti, T-ambil nafas dalam, O-amati sensasi pada tubuh, perasaan, pikiran dan lingkungan, P- selesai dan lanjutkan. STOP sebagai teknik pembelajaran yang bermanfaat dalam membangun kesadaran penuh (mindfulness), meredakan ketegangan, mengembalikan dan membangun fokus murid.

Keterkaitan Antar Materi

Keterkaitan antar materi sebagai bentuk penguasaan pemahaman penulis terhadap materi yang telah dipelajari dengan mengaitkan materi awal sampai dengan materi saat ini modul 2.2. Penyampaian keterkaitan materi itu menandakan sejauh mana penguasaan dan pemahaman terhadap materi tersebut, yaitu:

Modul 1.2 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Filosofi Pendidikan KHD

Dari filosofi pendidikan KHD – Guru sebagai Pamong, guru membutuhkan pemahaman dan penguasaan terhadap KSE yang matang. Mampu menciptakan ekosistem sekolah yang mendorong pertumbuhan budi pekerti selain aspek intelektual. Harus paham benar dengan situasi lahir batin dirinya sendiri dan muridnya. Murid diajak untuk menyadari, melihat, mendengarkan, merasakan, mengalami pengalaman belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosionalnya

Modul 1.2 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak

Guru dapat menumbuhkan nilai dan peran pada guru dan murid dalam pengelolaan emosi sehingga nilai kemandirian dan pembelajaran yang berpusat pada murid serta peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran dan mendorong kolaborasi dapat tercapai dan berjalan seimbang.

Modul 1.3 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Visi Guru Penggerak

Guru dapat mewujudkan visi yang diharapkan dengan melakukan prakarsa perubahan dengan memberikan pembelajaran kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, kemampuan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab sehingga diharapkan dapat mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Modul 1.4 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Budaya Positif

Guru dan murid dapat mengenali dan memahami emosi masing-masing sehingga mampu mengontrol diri dan dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, aman, dan nyaman yang berpengaruh dalam penerapan budaya positif baik berupa disiplin positif maupun keyakinan kelas dengan sebaik mungkin sesuai dengan kesadaran diri dan manajemen diri.

Modul 2.1 Pembelajaran Sosial Emosional dengan Pembelajaran Berdiferensiasi

Guru dapat melakukan pembelajaran dengan mengidentifikasi perasaan dan emosi. Hal ini sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi yang memetakan kebutuhan murid diantaranya kesiapan murid, minat, dan profil belajar murid dengan menggunakan strategi diferensiasi konten, proses, dan produk, sehingga pembelajaran dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan murid agar pembelajaran semakin menyenangkan dan dapat mewujudkan merdeka belajar.

Sebelum mempelajari modul 2.2, penulis berpikir bahwa kompetensi sosial dan emosional akan terbentuk dengan tersendirinya bersamaan dengan pembelajaran di kelas sehingga penulis hanya fokus pada proses penyampaian materi (kognitif) sesuai dengan kurikulum.

Setelah mempelajari modul ini, ternyata penulis menyadari bahwa pembelajaran sosial emosional juga penting untuk diterapkan di sekolah karena mengabaikan pengembangan ketrampilan sosial dan emosional akan membawa dampak buruk secara akademik dan murid yang berkembang secara sosial dan emosional bersamaan dengan berkembangnya secara akademik.

Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman dan nyaman untuk memfasilitasi seluruh individu di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being), 3 (tiga) hal mendasar dan penting yang penulis pelajari adalah Peningkatan 5 (lima) kompetensi sosial emosional, yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggungjawab. Kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar penguatan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional.

Penerapan PSE berbasis kesadaran penuh yang terhubung, terkoordinasi, aktif, fokus dan eksplisit dapat mendukung terwujudnya well-being ekosistem sekolah. Berkaitan dengan tiga hal mendasar di atas, perubahan yang penulis terapkan di kelas dan sekolah bagi murid-murid:

Pengajaran eksplisit, yaitu dengan melakukan pengajaran eksplisit sebagai implementasi PSE ke pengajaran eksplisit memastikan murid memiliki kesempatan yang konsisten dalam menumbuhkan, melatih dan berefleksi tentang 5 KSE dengan cara yang sesuai dan terbuka dengan ragam budaya.

Pembelajaran akademik terintegrasi KSE, yaitu dengan mengintegrasikan KSE ke dalam konten pembelajaran dan strategi pembelajaran pada materi akademik, seni, musik, dan pendidikan jasmani. Keterlibatan murid, yaitu mengajak warga sekolah menghormati dan meningkatkan persepektif dan pengalaman murid dengan melibatkan murid sebagai pemimpin, pemecah masalah, dan pembuat keputusan. Perubahan yang penulis terapkan di kelas dan sekolah bagi rekan sejawat.  Menjadi teladan, yaitu menerapkan KSE dalam peran dan tugas, menciptakan budaya saling memberi apresiasi, dan menumbuhkan rasa peduli dengan teman sejawat.

Belajar, yaitu membiasakan melakukan refleksi KSE pribadi, berkolaborasi antar rekan sejawat, mengembangkan pola pikir bertumbuh, memahami tahapan perkembangan murid, meluangkan waktu untuk berintropeksi (self-care) dan mengagendakan sesi berbagi praktik baik. Berkolaborasi, yaitu membuat kesepakatan bersama-sama, membuat komunitas belajar profesional, membuat sistem mentoring rekan sejawat, dan mengintegrasikan KSE dalam pelaksanaan rapat guru. Akhirnya, peran kita sebagai pendidik adalah tugas mulia sekaligus membutuhkan keuletan dan kesabaran. Mari terus belajar, berefleksi, bertumbuh, berbagi, dan berkolaborasi untuk menjadi lebih baik bagi murid-murid kita.

“Besok, di manapun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda. Apapun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak.“ (Nadiem Makarim)

 

Facts (Peristiwa):

Modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional dimulai pada 23 Februari 2023. Setelah sebelumnya belajar modul 2.1 tentang bagaimana mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar dengan menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajarannya. Dalam modul 2.2 ini, saya belajar bagaimana menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional murid. Saya belajar bagaimana mengelola emosi dalam memiliki kesadaran diri, memanajemen diri dengan strategi STOP bagaimana saya membuat keputusan dengan POOCH.

Dalam Demonstrasi Kontekstual ada tugas membuat RPP yang memuat KSE. Saya membuat RPP yang mengintegrasikan KSE. Sebagai acuan juga dalam melakukan Aksi Nyata RPP tersebut saya buat lengkap dengan Pembelajaran Berdiferensiasi yang juga didalam RPP tersebut dilengkapi Sintaks-sintaks Model Pembelajaran. Awalnya saya merasa kesulitan menyusun RPP tersebut,  karena selama ini belum melengkapi RPP dengan sintaks-sintaks model pembelajaran. Setelah saya konsultasikan kepada Pengajar Praktik akhirnya saya selesai membuat RPP secara lengkap.

Feelings (Perasaan)

Banyak hal yang saya tidak sadari sebelumnya bahwa ternyata saya sudah melakukan pembelajaran social emosial ini. Perasaan saya setelah mempelajari modul ini adalah senang dan termotivasi, dan percaya bahwa saya akan mampu  menerapkan Pembelajaran Sosial dan Emosional dengan mengintegrasikan 5 Kompetensi Sosial Emosional.

Findings (Pembelajaran)

Saya memahami serta menyadari pentingnya perkembangan murid secara holistik, bukan hanya intelektual, tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter. Lemahnya perkembangan sosial emosional para murid terlihat dengan meningkatnya perilaku negatif murid, performa akademik murid menurun, terjadi kasus perundungan, tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, murid dengan gangguan emosional seperti stres, kecemasan, depresi, bahkan kasus bunuh diri pada usia remaja.

Oleh karenanya penting sekali  pembelajaran yang dapat menumbuhkan kompetensi sosial dan emosional murid. Sudah sepatutnya sebagai guru saya memikirkan bagaimana menuntun mereka untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing mereka agar dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya setinggi- tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, hingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaannya. Ini merupakan sebuah tantangan besar, namun dengan semangat dan tindakan yang nyata tentunya akan terlaksana dengan baik.

 

Materi yang luar biasa yang saya dapatkan di modul 2.2 ini. Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Pembelajaran Sosial dan Emosional berupaya menciptakan lingkungan dan pengalaman belajar yang menumbuhkan 5 kompetensi sosial dan emosional yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran 5 KSE tersebut akan dapat menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, responsif, proaktif, mendorong anak untuk memiliki rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, sosial, budaya, dan humaniora. Semua ini selaras dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi dalam Standar Nasional Pendidikan

Future (Penerapan):

Setelah mempelajari modu1 2.2. saya bertekad untuk untuk menciptakan  lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being)secara optimal.

Saya akan berusaha menerapkan konsep pembelajaran sosial dan emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional (KSE), yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Saya akan mempraktikkan konsep kesadaran penuh (mindfulness) sebagai dasar pengembangan 5 (lima) kompetensi sosial dan emosional (KSE) Dan saya akan berusaha mengimplementasikan Pembelajaran Sosial dan Emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness) melalui pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktek mengajar dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, dan penguatan kompetensi sosial dan emosional pendidik dan tenaga kependidikan (pendidik dan tenaga kependidikan) di sekolah.

Jurnal Refleksi Modul 2.1

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

 

Dinamisme pendidikan di indonesia akan sejalan dengan dinamisme kurikulum. perubahan kurikulum ini tidak serta merta hanya sebuah pergantian kata. Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin “currere”, yang berarti “menjalankan atau mencari”. kemudian ada kurikulum, yang memiliki makna lintasan balap, perjalanan, atau lintasan yang dilalui kereta kuda. Pada kenyataannya, kurikulum diartikan sebagai jalur atau lintasan kendaraan untuk menuju ke suatu tujuan akhir. Bersamaan itu dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Nomor 57 tentang Standar Nasional Pendidikan Tahun 2021 menyatakan bahwa nhal yang sama mengenai kewajiban mengembangkan kurikulum yang beragam berdasarkan karakteristik daerah, satuan pendidikan, dan peserta didik. Implementasi pengembangan kurikulum satuan pendidikan sebagai  usaha kemandirian sekolah yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum operasionalnya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan karakteristiknya.

Satuan pendidikan yang terjadi saat ini belum secara optimal mengembangkan kurikulum yang fleksibel sesuai pada  kebutuhan siswa di sekolah masing-masing. Hal ini dapat diketahui bahwa ada berbagai karakteristik siswa di sekolah atau bahkan kelas yang memiliki tingkat kesiapan belajar, minat, bakat, dan gaya belajar yang berbeda-beda. sehingga, mereka membutuhkan layanan pembelajaran yang berbeda satu sama lain atau pelayanan yang berbeda agar mereka dapat memahami kompetensi dan materi pembelajaran berdasarkan karakteristik dan keunikan masing-masing sehingga dapat berkembang secara optimal. Merujuk dari hal tersebut, diperlukan suatu proses pembelajaran yang memperhatikan karakteristik siswa dan perbedaan individu dalam menoptimalkan potensi siswa yang unik.

Carol A. Tomlinson, mennjelaskan tentang pengajaran yang mempertimbangkan perbedaan individu siswa dalam sebuah buku berjudul “How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classrooms”. Konsep tersebut kemudian dikenal dengan istilah pembelajaran diferensiasi atau pembelajaran terdiferensiasi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru mengajarkan materi dengan mempertimbangkan tingkat kesiapan, minat, dan gaya belajar peserta didik. Guru juga dapat mengubah isi pelajaran, proses pembelajaran, produk atau hasil pembelajaran yang diajarkan, dan lingkungan belajar di mana siswa belajar.[1]

Guru dapat melayani peserta didik yang diajar sesuai kebutuhan peserta didik dengan keadaan masing masing (sesuai kodrat alam dan kodrat zaman) dengan melaksanakan proses pembelajaran ini. Sekolah mampu mengembangkan dan menggunakan proses pembelajaran yang berbeda untuk memberikan kebebasan siswa dari keharusan menjadi sama dalam segala hal, memungkinkan mereka untuk mengekspresikan diri sesuai dengan potensi yang dimiliki dan keunikan mereka sendiri. Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan menjadi alternatif dan memberikan harapan untuk kurikulum yang fleksibel dan tidak kaku yang hanya percaya pada satu cara untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah.

Pembelajaran yang berfokus pada guru hingga saat ini sangat mendominasi di Indonesia. Guru menyampaikan pembelajaran dengan metode ceramah dan kurang memperhatikan kebutuhan peserta didik. Tidak heran jika selama ini peserta didik belum menikmati dan mendapatkan kebermaknaan dalam mengikuti pembelajaran. Dampaknya pencapaian peserta didik menjadi menurun. Berdasarkan hasil penelitian oleh Alhafiz[2] bahwa masih banyak guru mengabaikan konsep pembelajaran yang dipakai, guru lebih cenderungbertumpu pada teacher centered, yang pada konsep pendidikan terkini sudah mulai ditinggalkan. Tidak adanya peran guru dalam mencari datakebutuhan dan minat belajar yang dimiliki peserta didik, dalam proses pembelajaran masih cenderung pada satu pendekatan dan metode mengajar. Sudah seharusnya pada pendidikan terkini guru mulai merubah konsep belajar dari teacher centered ke student centered.

Pembelajaran Berdifiresiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah salah satu trategi yang bisa diterapkan guru dalam usaha memenuhi kebutuhan setiap siswa yang berbeda-beda. Diferensiasi sendiri adalah proses belajar mengajar di mana siswa mempelajari materi pelajaran berdasarkan kemampuannya, apa yang mereka sukai, dan kebutuhan individu mereka sehingga mereka tidak frustrasi dan merasa gagal selama proses pembelajaran[3]. Guru harus mampu memahami dan menyadari bahwa ada lebih dari satu cara, metode, atau strategi untuk mempelajari suatu materi pelajaran ketika mengaplikasikan pembelajaran berdiferensiasi. Guru harus mampu mengelola sumber bahan ajar, kegiatan, tugas sehari-hari yang diselesaikan di kelas dan di rumah, dan penilaian akhir berdasarkan kesiapan siswa untuk mempelajari materi pelajaran, minat atau hal apa yang disukai siswa dalam belajar, dan cara menyampaikan pelajaran yang sesuai kebutuhan belajar siswa yang diajarnya.

Menurut Tomlinson pembelajaran  berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mengakomodasi, melayani, serta mengakui perbedaan siswa dalam belajar sesuai dengan kebutuhan dan preferensi belajar siswa[4]. Pembelajaran berdiferensi bukan merupakan pendekatan pembelajaran baru, melainkan sudah lama di terapkan di Amerika Serikat. Fokus perhatian dalam pembelajaran berdiferensiasi ini terletak pada cara guru dalam memperhatikan kekuatan dan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi sangat cocok di terapkan dalam semua mata pelajaran.

 

 

Gambar. Diagram Frayer Pemeblajaran Berdiferensiasi

 

Peristiwa

Pada modul 2.1 ini  Aktivitas pertama yaitu dengan melakukan Test Awal Modul 2. Setiap memulai modul saya melaksanakan tes awal paket modul 2 dilanjutkan dengan pembelajaran di LMS dimulai dari diri, eksplorasi konsep, ruang kolborasi 1 dan 2. Yang pertama adalah diskusi bersama kelompok keesokan harinya dilanjutkan dengn Ruang kolaborasi 2 kami harus mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang kasus dalam skenario yang diberikan. Kami mempresentasikan materi Pembelajaran Berdiferensiasi jenjang skenario SMA. Banyak sekali manfaat dari diskusi ini menjadi saya menambah wawasan, ilmu dan pengalaman. Saya jadi mengetahui bagaimana mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi ke dalam sebuah RPP sesuai mata pelajaran yang kita ampu, sehingga dapat mengakomodir kebutuhan belajar peserta didik. Berikutnya, saya melakukan Refleksi terbimbing. Kami diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan pemantik yang makin memperkuat kami meningkatkan pemahaman terkait pembelajaran berdiferensiasi. Di aktivitas ini tidak ada hambatan yang dirasakan karena di sesi ini bagaimana CGP menggali lebih dalam konsep pembelajaran berdiferensiasi. Aktivitas berikutnya yaitu demonstrasi kontekstual. Di aktivitas ini kami diminta membuat Rencana pembelajaran berdiferensiasi dan mengevaluasi efektivitas RPP yang dibuat oleh sesama rekan CGP. Disini, saya membuat RPPberdiferensiasi dengan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik ditinjau dari Profil Belajarnya. Perjalanan mempelajari modul 2.1 ini merupakan serangkaian kelanjutan dari Modul sebelumnya. Kegiatan ini menggunakan alur MERDEKA yaitu, Mulai dari diri sendiri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi, Demonstrasi Kontekstual, Elabborasi pemahaman, Koneksi Antar materi dan Aksi nyata. Kegiatan pertama setelah pre test adalah Mulai dari diri yang merupakan langkah awal untukmempersiapkan diri menerima ilmu pengetahuan baru pada modul 2.1, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Eksplorasi Konsep tentang pemikiran kita seperti apa terhadap modul 2.1 yang kita pelajari, saya berdiskusi dengan CGP lainnya dalam Ruang Kolaborasi untuk menemukan kesamaan persepsi serta saling memberikan masukan yang konstruktif dalam menyusun pembelajaran berdiferensiasi. Saya bersama teman di kelompok berdiskusi tentang skenario jenjang SMA dan kami buat dalam power point. Keesokan harinya saya dan tim dalam kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok, dan mendapatkan umpan balik baik dari teman di kelompok lain maupun dari Fasilitator. Dari hasil umpan balik kami rapikan kembali hasil diskusi dalam power point kami. Setelah rapi kami upload di LMS masing masing sebelum tenggat waktu. Setelah itu kami mengikuti Elaborasi Pemahaman dari narasumber hebat, mendapatkan ilmu dan pemantapan materi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi. Setelah elaborasi pemahaman kami memnuat Demonstrasi Kontekstual dalam materi pembelajaran berdiferensiasi berupa RPP mapel yang berdiferensiasi. Setelah demonstrasi kontekstual kami akan mengaitkan materi dalam setiap bagian modul dengan Koneksi Antar Materi. Stelah koneksi Antar materi (KAN) maka akan kami lanjutkan dengan membuat Aksi Nyata.

 

 

Perasaan

Pada modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi membuat saya merasa sangat senang namun penasaran karena harus memperhatikan semua kebutuhan murid yang tentu satu sama lain berbeda kebutuhan. Selama ini saya hanya berfokus pada ketercapaian materi kurikulum, sehingga harus mengejar ketuntasan belajar. dampak yang ada adalah belum semua murid dapat belajar sesuai dengan kebutuhannya dan ada sedikit pengabaian tentang ternyata banyak keberagaman kebutuhan belajar murid dalam satu kelas. Hal ini tentunya harus kita kaitkan dengan nilai-nilai Filososfi pendidkan menurut KH Dewantara bahwa belajar adalah menuntun murid untuk mencapai tujuan belajar dan dalam mencapai tujuan belajar tersebut diharapkan guru dapat menuntun murid dengan berbagai macama cara atau metode yang sesuai dengan kebutuhan murid. Saya sangat senang dan lebih memahami menjadi tahu dalam menyusun RPP dengan pembelajaran berdiferensiasi., saya sangat bahagia bisa menyusun langkah-langkah pembelajran untuk menyelaraskan dengan karakteristik murid. Saya sangat senang karena banyak hal yang saya dapatkan dari pelatihan ini dan siap saya terapkan di kelas serta berbagi dengan reksn sejawat dan disekolah ataupun lingkup yang lebih luas lagi.

Pembelajaran

Dalam modul ini yang dapat saya pelajari adalah memahami tentang pembelajaran berdiferensiasi dan penerapannya. Pembelajaran berdiferensiasi itu dibuat agar para guru dapat melaksanakan pembelajaran yang mampu untuk mengakomodir semua kebutuhan belajar murid. Guru harus mampu untuk memiliki kepekaan dalam merespon semua kebutuhan murid. Tentu dalam mememnuhi kebutuhan murid ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti :

1. Kesiapan belajar (Readiness)

2. Minat belajar

3. Profil belajar murid.

Kemudian dalam pembelajaran berdiferensiasi kita juga harus memperhatikan beberapa strategi antara lain:

1. Diferensiasi proses

2. Diferensiasi konten

3. Diferensiasi produk

Dalam proses penilaian , guru menggunakan penilaian berjenjang, dengan harapannya semua murid memperoleh kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran, sehingga murid akan mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman dalam proses pembelajaran. Kali ini saya mendapatkan pelajaran tentang bagaimana kita menyiapkan pembelajaran dengan model berdiferensiasi. Dan tentu saja ini sangat bermanfaat agar semua kebutuhan murid minimal dapat kita akomodir.

 

Penerapan

Dalam modul ini, saya belajar untuk lebih memperhatikan kompetensi saya dalam memilih aktivitas belajar yang sesuai dengan gaya belajar murid. Hal ini tentu untuk menghindari dari pengalaman belajar yang kurang tepat, kurang berpihak pada murid dan kuang menyenankan. Akan saya coba terapkan di kelas dan imbaskan kepada rekan sejawat di sekolah bahkan di lingkup yang lebih luas sehingga harapan saya semua guru dapat mengetahui seperti apa itu penvelajaran berdiferensiasi dan bagaimanakah penerapannya di kelas dalam pembelajaran. Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat terlaksana dengan baik dan efektif, maka perlu dilakukan pemetaan kebutuhan belajar murid yaitu berdasarkan kesiapan murid, minat murid dan profil belajar murid. Penilaian ini dilakukan yaitu dengan asesemen diagnostik non kogitif. Data pemetaan ini dapat diperoleh dari data tahun lalu atau pada semester sebelumnya. Bisa melalui angket, soal pilhan ganda, wawancara, pengamatan dan lainnya sessama rekan guru dan wali murid. Bagi saya ini merupakan materi yang sangat baik agar dapat kami terapkan di sekolah, berbagi dengan rekan guru ataupun dengan murid baik disekolah maupun di luar sekolah. Dalam proses ini tentu saja saya akan belajar dan terus belajar. Semoga saya dapat terus berkontribusi dalam memajukan dunia pendidikan ke arah byang lebih maju lagi sehingga kita dapat mempersiapkan murid menjadi pemimpin.



[1] Wahyuningsari, D., Mujiwati, Y., Hilmiyah, L., Kusumawardani, F., & Sari, I. Pembelajaran Berdiferensiasi Dalam Rangka Mewujudkan Merdeka Belajar. 2020,  Jurnal Jendela Pendidikan, 2 (04), 529-535. 

[2]Sulistyosari dkk, Penerapan Pembelajaran IPS Berdiferensiasi pada Kurikulum Merdeka Belajar, Volume 7(2), Harmony, 2022, Universitas Negeri Semarang, Hal 67.

[3] Wahyuningsari, D., Mujiwati, Y., Hilmiyah, L., Kusumawardani, F., & Sari, I. op. cit. hal 529

[4] Tomlinson, C. A. How To Differentiate instruction in mixedability  classrooms. . 2001. Association for Supervision and Curriculum Development. Hal 202

 

Jurnal Refleksi Modul 1.4

BUDAYA POSITIF

 

Budaya positif di lingkungan sekolah perlu dilakukan. Upaya ini merupakan wujud sinergitas character building pada siswa di lingkungan belajar di tengah pandemi yang dilakukan di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan. Hal ini merupakan upaya untuk menanamkan berbudaya positif kepada siswa untuk membangun generasi yang bermartabat.   Dalam menciptakan budaya positif, kita perlun memperhatikan lebih mendalam tentang strategi yang menumbuhkan lingkungan yang positif di sekolah untuk mendukung pembelajan yang bermakna. Dengan cara melakukan berbagai upaya dalam menerapkan dan meningkatkan disiplin, kesungguhan mengontrol murid, menjalankan dalam menerapkan budaya positif. Salah satunya budaya malu di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan salah satu kampanye berbudaya positif yang memanfaatkan media sosial yang berbentuk video dan poster. Hal ini dirasa efektif karena dekat dengan keseharian belajar siswa dalam metode luring maupun daring. Budaya malu mendapat respon yang baik, bukan hanya dari siswa akan tetapi juga dari rekan sejawat dan tentunya orang tua siswa juga. hal yang lain siswa menjadi lebih sadar akan pentingnya berbudaya positif,  harapannya kedepan menjadikan budaya di lingkungan sekolah lebih humanis, bermartabat dan akhirnya menjadi keyakinan kelas, adanya salah satu langkah budaya positif akan sangat bermanfaat untuk diterapkan dalam rangka mewujudkan merdeka belajar.

Budaya positif meliputi 6 hal yaitu 1) perubahan paradigma stimulus respon, 2) konsep disiplin positif, 3) keyakinan kelas, 4) pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia, 5) lima posisi control, dan 6) segitiga restitusi.

Pertama, perubahan paradigma stimulus respon, Untuk membangun budaya yang positif, sekolah perlu menyediakan lingkungan yang aman, dan nyaman agar murid-murid mampu berpikir, bertindak, dan mencipta dengan merdeka, mandiri, dan bertanggung jawab. Salah satu strategi yang perlu ditinjau ulang adalah bentuk disiplin yang dijalankan selama ini di sekolah-sekolah kita.

Kedua, konsep disiplin positif, Merupakan topik pembahasan tentang disiplin. belajar tentang konsep disiplin positif yang merupakan unsur utama dalam terwujudnya budaya positif yang kita citacitakan di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa kalau saja anak-anak bisa disiplin, pasti mereka akan bisa belajar. Para guru juga berpendapat bahwa mendisiplinkan anak-anak adalah bagian yang paling menantang dari pekerjaan mereka. Ketika mendengar kata “disiplin”, Kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Ada Tiga macam Motivasi Perilaku Manusia yaitu 1) Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, 2) Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, 3) Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

Ketiga, keyakinan kelas. Dalam pembentukan keyakinan kelas, 1) Keyakinan kelas bersifat lebih ‘abstrak’ daripada peraturan, yang lebih rinci dan konkrit. 2) Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal. 3) Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. 4) Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas. 5) Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut. 6) Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat. 7) Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu. pertama-tama perlu diciptakan dan disepakati adalah keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama warga kelas. Dan salah satu yang telah disepakati yaitu budaya malu, dengan kesepakatan “ Saya malu jika”

Keempat, pemenuhan lima kebutuhan dasar manusia.   Semua tindakan yang kita lakukan di dalam kelas harus dapat menciptakan sebuah lingkungan positif, aman dan nyaman. Dari keyakinan kelas yang telah disepakati bersama akhirnya terbentuklah budaya positif,. Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Semua yang kita lakukan adalah usaha terbaik kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan, sebetulnya saat itu kita sedang memenuhi satu atau lebih dari satu kebutuhan dasar kita, yaitu 1) kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), 2) cinta dan kasih sayang (love and belonging) Kebutuhan untuk diterima, 3) kebebasan (freedom) kebutuhan akan pilihan,4)  kesenangan (fun) kebutuhan akan rasa senang, dan 5) Penguasaan (power) kebutuhan pengakuan atas kemampuan. Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Murid kita juga mempunyai gambaran dunia berkualitas mereka. Tentunya sebagai guru kita ingin mereka memasukkan hal-hal yang bermakna dan nilai-nilai kebajikan yang hakiki ke dalam dunia berkualitas mereka. Bila guru dapat membangun interaksi yang memberdayakan dan memerdekakan murid, maka murid akan meletakkan dirinya sendiri sebagai individu yang positif dalam dunia berkualitas karena mereka menghargai nilai-nilai kebajikan.

Kelima, lima posisi control. Melalui serangkaian riset dan bersandar pada teori Kontrol Dr. William Glasser, Gossen berkesimpulan ada 5 posisi kontrol yang diterapkan seorang guru, orang tua ataupun atasan dalam melakukan kontrol. Kelima posisi kontrol tersebut adalah

·         Penghukum (Hukuman fisik atau verbal) “Patuhi tata tertib”

·         Pembuat Orang Merasa Bersalah (Biasanya guru menyampaikan dengan suara yang lembut. “Bagaimana kalau orang tuamu tahu”

·         Teman (Guru memposisikan sebagai teman) “Ingat tidak bantuan bapak selama ini

·         Monitor (Pemantau/mengawasi) “apa yang telah kamu lakukan?”

·         Manajer (mempersilahkan murid untuk mempertagungjawabkan perilakunya dan mencari solusinya

Keenam, segitiga restitusi . Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan, langkah-langkahnya yaitu 1) Menstabilkan Identitas (Kita semua akan melakukan hal terbaik yang bisa kita lakukan),  2) Validasi Tindakan yang Salah (Semua perilaku memiliki alasan) 3) Menanyakan Keyakinan (Kita semua memiliki motivasi internal)

Peristiwa

Puji syukur saya ucapkan ke Kehadirat Allah S.W.T. karena atas karunia -Nya saya telah diberikan nikmat kesehatan sehingga sampai saat ini saya masih bisa melaksanakan dan menyelesaian Program Guru Penggerak sampai ke Modul 1.4 tentang budaya positif. Terima kasih untuk keluarga kecil saya dan keluarga besar SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan yang telah mensupport sampai ke tahap ini. Ada beberapa hal yang harus dikerjakan oleh calon guru penggerak modul 1,4 ini yaitu mulai dari diri, eksplorasi konsep, eksplorasi konsep diforum diskusi dengan fasilitator, kolaborasi di ruang kolaborasi dan setiap CGP berkolaborasi bersama kelompoknya masing-masing dengan didampingi fasilitator yang terus memberikan arahan dan motivasi kepada kami. Saat Pendampingan Individu 1, saya benar-benar mendapatkan sharing pengalaman dan motivasi yang sangat bermanfaat dari Pengajar Praktik Bapak Akhiyat,M.Pd yang memberikan motivasi yang sangat luar biasa untuk saya terus berjuang mengimplementasikan apa yang saya peroleh selama program guru penggerak ini. Melalui jadwal yang telah disusun sebelumnya, kegiatan demi kegiatan telah saya lewati. Pengalaman pertama saya membuat sebuah karya dengan melibatkan peserta didik dalam menyelesaikan sebuah kasus dengan menggunakan posisi kontrol dan segitiga restitusi berupa demonstrasi konstektual penerapan posisi kontrol dan segitiga restitusi yang diunggah di chanel youtube saya.

Perasaan

Banyak hal yang saya rasakan selama menjalani Pendidikan Guru Penggerak sampai pada tahap ini. Berbagai rasa bercampur menjadi satu, ada rasa khawatir, takut tidak bisa mengikuti kegiatan ini secara maksimal, mengingat beberapa kendala yang siap menghadang saya, di antaranya yaitu kesibukan saya mengajar dan tugas tambahan saya. Perasaan saya saat ini adalah semangat untuk terus berubah dan belajar sehingga perubahan yang diharapkan dari program ini bisa saya implementasikan. Sejalan dengan mengerjakan tugas-tugas di LMS ini saya terus mencoba menerapkan dan mencoba menempatkan saya pada posisi manager dan menggunakan segitiga restitusi dalam menyelesaikan kasus-kasus yang dialami siswa saya.

Pembelajaran

Dari pembelajaran pada modul 1.4 ini saya semakin paham bahwa menumbuhkan disiplin itu harus datang dari diri siswa itu sendiri bukan karena takut dihukum atau diberi penghargaan jika mereka tidak ada melakukan pelanggran kedisplinan. Sebagai seorang pendidik, saya harus berusaha untuk membawa siswa saya menerapkan nilai-nilai kebajikan universal dalam kehidupannya sehari hari. Saya menyadari untuk melakukan sebuah perubahan butuh perjuangan yang berat, namun saya yakin dengan berlahan perjuangan untuk melakukan perubahan pasti akan terwujud. Saya menyadari bahwa anak memiliki kodrat merdeka. Oleh karena itu saya harus memberikan kemerdekaan kepada anak-anak untuk menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan minat, bakat , dan kreatifitasnya.

 

Penerapan

Saya akan melakukan budaya positif di kelas saya dengan mulai berangsur menempatkan diri saya pada posisi kontrol manajer dalam menghadapi siswa saya dan mulai menggunakan Segitiga Restitusi dalam menyelesaikan masalah-masalah siswa yang ada di kelas saya. Secara berlahan dan pasti saya akan berusaha mensosialisasikan serta menggerakkan guru-guru yang ada di sekolah saya untuk mulai melakukan hal yang sama.

https://youtu.be/ypNj9z4FV-o

Jurnal Refleksi Modul 1.3

PRAKARSA PERUBAHAN

 

Peristiwa

Pada modul ini saya belajar tentang bagaimana murid yang menjadi impian saya dan apa perubahan yang isa saya lakukan. Modul 1.3 ini, secara tidak langsung juga membantu sekolah untuk memenuhi Standar Nasional Pendidikan, misalnya saja dengan bagaimana profil murid dan lulusan dalam visi mampu memberikan gambaran mengenai Standar Kompetensi Lulusan sekolah mereka. Bapak/Ibu sekalian juga diajak untuk menelusuri visi mendasar dari pendidikan, betapa pentingnya pendidik memiliki visi, dan mengembangkan visi untuk mewujudkan keberpihakan pada murid-murid di daerah Bapak/Ibu sehingga mereka bertumbuh dengan maksimal.

Perasaan

Setelah mempelajari modul ini, perasaan yang saya rasakan sangat bahagia bisa berada pada posisi pendidik dimana posisi pendidik memiliki peran yang sangat mempengarui peserta didik dalam mencapai impian yang di cita citakan. pada prakarsa perunbahan ini banyak sekali kekurangan yang saya miliki selama menjadi seorang pendidik di tingkat SMA. semoga ke depan biais menjadi pendidik yang selalu bergerak dan terus bergerak

Pembelajaran

Setelah mempelajari modul 1. 3 ini saya dapat mengetahui bahwa dalam memimpin perubahan positif harus berpikir strategi dan memahami inquiri apresiatif sebagai paradigma. Tahapan BAGJA merupakan model manajemen perubahan yang merupakan akronim dari Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi sebagai terjemahan bebas yang diadopsi dari model 5D sebagai bagian dari inkuiri apresiati (Define, Discover, Dream, Design, Deliver). Dalam menyusun BAGJA dapat melalui Amati, tiru, dan modifikasi

Untuk melakukan perubahan yang positif tidak harus bermula dengan mengidentifikasi permasalahan yang ada ,namun kita fokuskan pada kekuatan apa yang telah kita miliki sehingga sehingga pemikiran kita diarahkan arah yang positif. Selain itu saya juga dapat merumuskan visi sebagai Guru penggerak, merumuskan prakarsa perubahan dan membuat tahapan BAGJA.

Penerapan

Setelah mempelajari modul 1.3 ini yaitu tentang visi guru penggerak maka saya akan berusaha menerapkan dan mewujudkan visi yaitu "Menerapkan Pembelajaran Matematika yang Menyenangan".  Prakarsa perubahan ini sudah saya rencanakan sesuai dengan alur BAGJA, dengan membuat pertanyaan bertahap dari alur BAGJA tersebut. Saya juga akan melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid dan melakukan pembelajaran yang nyaman . Saya juga akan terus berinovasi dalam mengembangkan ide dalam pembelajaran. Oleh karena itu saya harus melakuakn kolaborasi dengan rekan sejawat dan pihak sekolah untuk mewujudkan visi dan prakarsa perubahan saya sebagai guru penggerak.

Jurnal Refleksi modul 1.2

NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK DALAM MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA

 

Menurut Rokeach, nilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, bahkan hingga berfungsi sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari. Nilai dari Guru Penggerak adalah: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Peserta didik. Nilai-nilai ini  diharapkan terus tumbuh dan dilestarikan dalam diri seorang Guru Penggerak. Kelima ini saling mendukung satu dengan lainnya, dan tentunya diharapkan menjadi pedoman berperilaku untuk seorang Guru Penggerak.

Guru Penggerak yang mandiri, berarti guru tersebut mampu memunculkan motivasi dalam dirinya sendiri untuk membuat perubahan baik untuk lingkungan sekitarnya ataupun pada dirinya sendiri. Prilaku yang bisa dilakukan guru adalah mau melakukan refleksi dan instrospeksi terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Mau mendengar saran dan kritik dari pengawas, kepala sekolah, sesama guru dan peserta didik.

Seoarang guru reflektif selalu melihat dari sisi positif setiap saran dan kritik untuk memperbaiki kualitas kerja. Guru Tidak boleh merasa puas terhadap pembelajaran yang dilakukan. Guru berani jujur mengakui kekurangan dirinya dalam pembelajaran.

Prilaku guru penggerak berkaitan nilai kolaboratif adalah guru harus membangun hubungan kejasama yang positif dan harmonis dengan orang tua peserta didik, komite sekolah, organisasi di lingkungan sekolah, dan dinas pendidikan untuk kemajuan sekolah. Prilaku seorang guru penggerak terkait inovatif adalah guru penggerak harus mampu menemukan ide-ide atau gagasan baru tentang metede, media, dan suasana pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik dan menyenangkan.

Guru harus mengutamakan perkembangan peserta didik sebagai acuan utama, guru harus mampu menghadirkan pembelajaran sesuai kebutuhan peserta didik, menghadirkan pembelajaran dimana peserta didik membangun sendiri pengetahuanya. Guru harus mampu  mewujudkan profil pelajar Pancasila bagi peserta didiknya. Pelajar yang memiliki profil ini adalah peserta didik yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya.

Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil ini akan menjadi tidak bermakna. Sebagai contoh: ketika seorang pelajar perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah, diperlukan juga kemampuan bernalar kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Solusi yang dihasilkan juga perlu mempertimbangkan akhlak kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Untuk mewujudkan ke enam dimensi tersebut dibutuhkan peran dari seorang guru. Peran dari dari seorang Guru tentunya akan lebih maksimal jika memiliki keterampilan ataupun kompetensi yang sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Guru Penggerak  mampu senantiasa mendorong dirinya sendiri untuk melakukan aksi serta mengambil tanggung jawab atas segala hal yang terjadi pada dirinya.  Peran tersebut adalah:

1.    Menjadi Pemimpin Pembelajaran

Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong wellbeing ekosistem pendidikan sekolah. Pemimpin Pembelajaran berarti seorang Guru  menjadi seorang pemimpin yang menitikberatkan pada komponen yang terkait erat dengan pembelajaran, seperti kurikulum, proses belajar mengajar, asesmen, pengembangan guru serta komunitas sekolah, dll. Guru Penggerak diharapkan mampu berperan sebagai pemimpin yang berorientasi pada peserta didik, dengan memperhatikan segenap aspek pembelajaran yang mendukung tumbuh-kembang peserta didik.

2.    Menggerakkan Komunitas Praktisi

Guru Penggerak berpartisipasi aktif dalam membuat komunitas belajar untuk para rekan guru baik di sekolah maupun wilayahnya. Komunitas yang bisa dibuat guru guru bisa KKG atau MGMP. Praktik baik yang dimiliki guru bisa dibagikan dalam komunitas tersebut. Kegiatan ini menjadi bahan pembelajaran untuk para guru sejawat.

3.    Menjadi Coach Bagi Guru Lain

Guru penggerak harus mampu menjadi coach dan mentor bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah. Seorang Guru Penggerak juga harus mampu mendeteksi aspek-aspek yang bisa ditingkatkan dari rekan sejawatnya. Seorang Guru Penggerak diharapkan juga mampu merefleksikan hasil pengalamannya sendiri serta guru lain untuk dijadikan poin peningkatan untuk pembelajaran. Tidak lupa juga sebagai seorang coach, Guru Penggerak diharapkan juga bisa memantau perkembangan dari rekan guru lain tersebut.

4.    Mendorong Kolaborasi Antar Guru

Kolaborasi antar guru sangat diperlukan disekolah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Guru penggerak harus membuka ruang diskusi positif dan kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di dalam dan di luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada peran ini, seorang Guru Penggerak diharapkan mampu memetakan para pemangku kepentingan di sekolah (serta luar sekolah), serta membangun dialog antar para pemangku kepentingan tersebut.

5.    Mewujudkan Kepemimpinan Peserta didik

Guru harus memberikan dorongan dalam peningkatan kemandirian dan kepemimpinan peserta didik di sekolah. Peran seorang Guru Penggerak berarti membantu para peserta didik ini untuk mandiri dalam belajar, mampu memunculkan motivasi peserta didik untuk belajar, juga mendidik karakter peserta didik di sekolah.

Refleksi nilai-nilai guru penggerak

Peristiwa

 

 

 

 

 

 

 

Gambar Trapesium Usia

Setelah saya mempelajari modul 1.1 yang berkaitan tentang Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara, maka kami melanjutkan ke materi 1.2 mengenai Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak. Pada modul ini saya mulai dengan mempelajari materi kemudian kami diminta untuk membuat trapesium usia. Trapesium usia ini merupakan gambaran diri saya dimulai dari mengawali Pendidikan yang saya tempuh di usia taman kanak-kanak sampai pada usia sekarang bekerja sebagai guru. Pada saat usia sekolah kami diminta mengingat satu dari beberapa kejadian positif dan negatif yang pernah saya alami. Pada saat proses membuat trapezium usia, saya dapat mengingat betul walau kejadiannya sudah sangat lama terjadi baik itu mengenai hal positf dan negative yang pernah saya alami yang berkaitan dengan guru saya dulu. Disini saya menyadari bahwa peran guru sangat berpengaruh kepada saya. Saya harus bisa menjadi seorang guru yang nantinya memberikan pengaruh positif kepada peserta didik saya, dan berusaha sebaik mungkin tidak memberikan pengaruh negative kepada anak sehingga momen ini menjadikan sebagai jekadian negative yang akan dikenang selamanya oleh peseta didik saya.

 

Kemudian pada materi selanjutnya, saya diminta untuk mengidentifikasi nila-nilai guru penggerak yang sudah ada pada diri saya. Kemudian bagaimana nilai-nilai guru penggerak tersebut bisa dilakukan dan dioptimalkan dalam pembelajaran (pemimpin belajar). Materi di dalam modul 1.2 ini terbagi atas 3 materi besar yaitu bagian A tentang konsep manusia tergerak, lalu bagian B tentang konsep manusia bergerak, dan bagian C tentang konsep menggerakkan manusia.

Perasaan

Setelah mempelajari modul ini, tentang nilai dan peran guru penggerak, saya menyadari sudah terdapat beberapa nilai dan peran guru penggerak yang selama ini sudah saya lakukan secara tidak saya sadari. Saya merasa senang akan hal itu. Akan tetapi, saya harus tetap tergerak dan termotivasi untuk terus memperbaiki diri dan memenuhi beberapa nilai dan peran guru penggerak yang belum saya kembangkan dan lakukan pada diri saya sebagai guru di sekolah dan dimasyrakat. Saya meginginkan kedepannya, saya mampu menjadi contoh bagi rekan-rekan kerja saya untuk tergerak Bersama pula mewujudkan peserta didik yang memiliki karakter sebagai profil pelajar Pancasila.

Pembelajaran

Pengalaman saya selama mempelajari modul 1.2 ini sangat beragam. Saya menjadi menegtahui bagaimana cara kerja otak manusia yang terdiri dari dua yakni thinking fast dan thinking slow. Selama ini saya meyakini bahwa berfikir cepat dan tanggap serta akurat merupakan hal yang baik. Sekarang saya lebih memahami bahwa sebaiknya sebagai seorang pendidik saya harus membiasakan diri untuk berfikir lambat (thingking slow) supaya saya lebih dapat memberikan keputusan tidak terburu-buru dan lebih bijaksana sehingga mampu menilai dan melihat dari berbagai sudut/aspek sebelum memutuskan sesuatu.

Hal lainnya yang saya dapatkan adalah saya menjadi mengetahui 5 kebutuhan dasar manusia, yakni kebutuhan kasih sayang dan rasa diterima, kekuasaan, kesenangan, kebebasan, dan bertahan hidup. Kemudian tahap perkembangan manusia secara psikososial menurut erik erikson, bahwa setiap anak memiliki cara pandang sesuai dengan tahap tumbuh kembangnya. Diharapkan ketika kita sudah mengetahui psikososial di setiap tahap perkembangan manusia, kita menjadi tahu apa yang harus saya lakukan ketika berhadapan dengan peserta didik untuk menyesuaikan terhadap apa yang harus saya lakukukan sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Selanjutnya diagram identitas gunung es yang menjelaskan konsep penumbuhan karakter. Fenomena gunung es di lautan dapat menggambarkan apa yang terlihat di permukaan tidak dapat menggambarkan apa yang ada di dalam laut. Fenomena ini dapat digunakan untuk membuat perumpamaan karakter. Karakter yang terlihat hanya 12% sedangkan 88% tidak terlihat.

Yang terakhir adalah materi mengenai 5 nilai dan peran dari guru penggerak yang harus saya miliki yakni sebagai pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudan kepemimpinan murid dan menggerakkan komunitas praktisi.

Penerapan

Dalam menerapkan nilai nilai guru penggerak yang saya lakukan adalah memberikan pelayanan atas kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan potensi yang dimiliki melalui pembelajaran yang inovatif yang berbasis IT dimana aplikasi IT yang digunakan adalah melalui video youtube dan aplikasi desmos.

Popular Posts

Total Pageviews