Showing posts with label Pendidikan Guru Penggerak. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan Guru Penggerak. Show all posts

Friday, July 21, 2023

Jurnal Refleksi Modul 3.3

PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF PADA MURID

 

Apa itu kepemimpinan murid (student agency)?

Konsep kepemimpinan murid  sebenarnya berakar pada prinsip bahwa murid memiliki kemampuan dan keinginan untuk secara positif mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka. Kepemimpinan murid dapat dilihat sebagai kapasitas untuk menetapkan tujuan, melakukan refleksi dan bertindak secara bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan. Kepemimpinan murid adalah tentang murid yang bertindak  secara aktif, dan membuat keputusan serta pilihan yang bertanggung jawab, daripada hanya sekedar menerima apa yang ditentukan oleh orang lain.

Ketika murid menunjukkan agency dalam pembelajaran mereka sendiri, yaitu ketika mereka berperan aktif dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka akan belajar, maka mereka cenderung menunjukkan motivasi yang lebih besar untuk belajar dan lebih mampu menentukan tujuan belajar mereka sendiri. Lewat proses yang seperti ini, murid-murid akan secara alamiah  mempelajari keterampilan belajar (belajar bagaimana belajar). Keterampilan belajar ini adalah sebuah keterampilan yang sangat penting, yang dapat dan akan mereka gunakan sepanjang hidup mereka dan bukan hanya untuk saat ini.

Apa itu pengelolaan program yang berdampak positif pada murid?

Program yang memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga  potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik.  Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid yang mengajak  para guru untuk berefleksi dan melihat kembali perspektif atau cara pandang kita tentang program yang berdampak positif pada murid. Program-program sekolah, baik program intrakurikuler, kokurikuler, atau ekstra kurikuler dapat mendorong kepemimpinan murid (student agency).

Mendorong kepemimpinan murid dalam program sekolah tidak hanya murid belajar menjadi individu yang lebih bertanggung jawab, berdaya, dan kontributif tetapi juga memiliki pengalaman dan kebermaknaan diperoleh dari proses belajar selama mengikuti program-program sekolah. Hal ini akan memberikan bekal murid menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat berdampak positif dari proses belajar yang dilalui dan tentunya akan dapat terus dirasakan oleh murid di sepanjang hidupnya.

 

Bagaimana perasaan Anda setelah mempelajari modul ini?

Sesudah mempelajari materi pengelolaan program yang berdampak positif pada murid, penulis semakin tahu dan sadar bahwa tugas guru adalah membimbing dan menuntun murid agar mereka mampu memimpin proses belajarnya sendiri sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Semakin percaya diri untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang berpusat pada murid untuk menguatkan kepemimpinan murid (student agency) terutama mengaitkan penguatan Profil Pelajar Pancasila. Dimana murid mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.

 

Guru harus sadar dan terencana terus terbangun dan menguatkan kepemimpinan murid (student agency) dengan memberikan ruang dan melibatkan murid dalam memberikan suara (voice), pilihan (choice) dan kepemilikan (ownership) murid. Memberdayakan murid  saat program sekolah direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi sehingga terwujudnya lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid.

 

Guru menyadari murid sebagai mitra bagi guru dalam pembelajaran, mengupayakan terwujudnya lingkungan sekolah yang mendukung tumbuhnya murid-murid yang mampu menjadi pemimpin dalam proses pembelajarannya sendiri dan menerapkan konsep kepemimpinan murid dalam penguatan Profil Pelajar Pancasila.

 

Apa intisari yang Anda dapatkan dari modul ini?

Pentingnya kepemimpinan murid (student agency)  dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, yaitu berakhlak mulia, berkebinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership). Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.  Tugas guru menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.

 

Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid memiliki beberapa karakteristik, yaitu 1) Menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif, 2) Keterampilan berinteraksi sosial secara positif, 3) Keterampilan dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademik, 4) Menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya, 5) Membuka wawasan menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan, 6) Menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri, 7) Menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.

 

Apa  keterkaitan yang dapat Anda lihat antara Modul ini dengan modul-modul sebelumnya?

Pengelolaan program sekolah tentunya harus berdampak pada murid dengan terlebih dahulu melakukan langkah-langkah berupa merancang dan mengelola program sekolah secara cermat dan tepat. Keterkaitan modul ini dengan modul-modul sebelumnya saling mendukung dan melengkapi dalam proses pembelajaran berpihak pada murid.

Modul 1.1 Filosofi Ki Hajar Dewantara. Guru mempunyai peran strategis untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sehingga mereka dapat bahagia dan selamat sebagai individu masyarakat. Adapun dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid hendaknya melibatkan murid dan memperhatikan pengembangan potensi atau kodrat murid. Dalam modul ini juga dibahas bahwa murid adalah pribadi yang unik dan utuh, sehingga guru sebaiknya dapat menuntun murid sesuai dengan kodratnya.

Modul 1.2 Nilai dan peran guru penggerak. Nilai-nilai dari seorang guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak hanya cukup sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, namun juga memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.

Modul 1.3 Visi guru penggerak. Guru harus memiliki visi yang mengarah kepada perubahan, baik perubahan di kelas atau perubahan di sekolah. Untuk mencapai perubahan tersebut guru perlu mengenal pendekatan manajemen perubahan. Manajemen pendekatan perubahan disebut Inkuiri Apresiatif (IA). Dalam merencanakan dan mengelola program yang berdampak pada murid dilakukan dengan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif model BAGJA, dengan terlebih dahulu memetakan aset atau sumber daya sekolah, dan mengembangkan aset atau potensi yang bisa dikembangkan untuk merencanakan program sekolah yang berdampak pada murid.

Modul 1.4. Budaya Positif. Lingkungan yang mendukung perkembangan potensi, minat dan profil belajar murid terutama kekuatan kodrat pada anak-anak. Ibarat petani, guru hendaknya dapat mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan mengembangkan budaya positif agar anak-anak dapat tumbuh sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman dan mendukung program yang berdampak pada murid.

Modul 2.1 Pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid. Guru dapat menggunakan pembelajaran berdiferensiasi untuk memberikan layanan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pembelajaran berdiferensiasi ini merupakan solusi atas beragamnya karakteristik dan kecerdasan murid. Sebelum merencanakan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru hendaknya melakukan pemetaan terhadap kebutuhan belajar, minat dan profil belajar murid. Hal ini dilakukan untuk mengetahui aset atau kekuatan yang dimiliki oleh murid.

Modul 2.2 Pembelajaran emosional dan sosial. Guru dilatih dan diasah untuk mampu mengembangkan kompetensi sosial pada diri murid. Teknik kesadaran diri (mindfulness) menjadi strategi pengembangan lima kompetensi sosial emosional yang didasarkan pada program yang berpihak pada murid dan mewujudkan merdeka belajar dan budaya positif di sekolah.

Modul 2.3, Coaching untuk supervisi akademik. Coaching sebagai teknik atau strategi seorang pemimpin pembelajaran untuk menuntun anak dan menggali potensi yang dimiliki oleh anak. Coaching juga memberikan keleluasaan anak-anak berkembang dan menggali proses berpikir. Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid, menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya.

Modul 3.1 Pengambilan keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan seorang pemimpin.  Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan secara bijak, yaitu keputusan yang berpihak pada murid. Dasar, prinsip, paradigma atau nilai dalam pengambilan keputusan harus konsisten, terutama berkaitan dengan dilema etika atau bujukan moral.

Modul 3.2 Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya.  Guru sebagai pemimpin pembelajaran maupun pengelola program sekolah harus dapat memetakan dan mengidentifikasi aset-aset yang ada di sekolah, baik aset fisik maupun non fisik. Pendekatan berbasis aset/kekuatan (asset based thinking) akan lebih dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh sekolah sebagai komunitas belajar, dibandingkan dengan pendekatan berbasis masalah/kekurangan (deficit based thinking). Paradigma berpikir harus melihat sisi positif yang dimiliki oleh sekolah. Dengan berfokus pada aset yang dimiliki, maka pengelolaan program yang berdampak pada murid dapat terencana dengan baik.

Modul 3.3 Pengelolaan program yang berdampak positif pada murid. Pengembangan sekolah dengan memanfaatkan 7 aset atau modal yang dimiliki sekolah. Yaitu modal manusia, modal sosial, modal fisik, modal lingkungan/alam, modal finansial, modal politik, modal agama dan budaya. Dengan mengetahui modal atau sumber daya yang ada di sekolah, maka sebagai pemimpin guru harus bisa memetakan 7 aset tersebut dan mengoptimalkan pengelolaannya untuk peningkatan pembelajaran di sekolah.

Jelaskan perspektif program yang berdampak positif pada murid dan bagaimana program atau  kegiatan sekolah harus direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar program dapat berdampak positif pada murid?

Program yang berdampak positif pada murid adalah inisiasi dan dan pengelolaan sekolah yang melibatkan kepemimpinan murid (student agency) dengan memberikan ruang dan mempromosikan suara, pilihan dan kepemilikan. Akhirnya terwujudkan rasa bahagia dan sejahtera (well-being) dan budaya positif di sekolah. Kodrat anak yang memiliki ragam potensi dan bakat dapat tergali dan dituntun menuju kepada kebahagian yang setinggi-tingginya. Mengenali program atau kegiatan sekolah dengan perencanaan, pelaksanaan dan refleksi evaluasi dilakukan secara kolaboratif dan memberdayakan aset/kekuatan sumber daya yang dimiliki sekolah. Akhirnya dampak positif pada murid sebagaimana yang diharapkan terpenuhi secara menyeluruh.

Perencanaan program dilaksanakan secara kolaboratif berdasarkan kebutuhan murid dengan mewujudkan lingkungan karakteristik yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid didukung sumber daya, aset, modal, potensi, kekuatan yang dimiliki sekolah melalui prakarsa perubahan dengan paradigma inkuiri apresiatif BAGJA, memberikan ruang murid pada suara, pilihan dan kepemilikan.

Pelaksanaan program atau kegiatan ini memberdayakan murid untuk menjadi pemimpin dalam proses belajarnya sendiri. Murid mampu mempromosikan suara, pilihan, kepemilikan sendiri melalui proses yang memerdekakan sehingga murid mampu menjadi agen perubahan dan guru menjadi mitra belajar murid dengan menuntun dan memberikan umpan balik (feedback) atas capaian perkembangan belajar murid.

Evaluasi terhadap program atau kegiatan ini maka guru dan murid berkolaboratif melakukan penilaian, refleksi evaluasi secara menyeluruh, sistematism, berkala dan berkelanjutan untuk mengukur seberapa efektif dampak positif yang diharapkan muncul. Kegiatan reflektif evaluasi untuk mengetahui apakah program atau kegiatan sudah efektif memenuhi tujuan yang diharapkan dan apakah program atau kegiatan telah mampu menumbuhkembangkan kepemimpian murid (suara, pilihan, kepemilikan).

Fact (fakta)

Setelah melalui minggu ke-24 Program Guru Penggerak ini,banyak ilmu yang dapatkan, terutama dalam hal manajemen waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas yang sempat tertunda. Minggu ini adalah minggu terakhir pembelajaran modul 3.3 tentang pemimpin dalam pengelolan program yang berdampak pada murid. Modul ini merupakan paket modul terakhir pembelajaran Calon guru penggerak Angkatan ke 7  Kabupaten Lamongan  melalui LMS.

Activity minggu ini adalah dimulai dengan ruang kolaborasi 1 , dan ruang kolaborasi 2 bersama rekan rekan CGP dipandu oleh fasilitator kami. Kemudian berlanjut dengan Refleksi Terbimbing dan Demonstrasi Kontekstual. Demonstrasi kontekstual merupakan rancangan program yang berdampak pada murid dengan menggunakan pemenuhan tahapan BAGJA .

BAGJA merupakan singakatan dari buat pertanyaan, ambil pelajaran, gali mimpi jabarakan rencana dan atur eksekusi. Setelah penyelesaian demonstrasi kontekstual, selanjutnya kami CGP Angkatan ke 4 Kabupaten Tulungagung menggambarkan kaitan antar materi dalam modul 3.3 yang biasa kami sebut dengan istilah koneksi antar materi. Koneksi ini berisikan tentang penjelasan judul latar belakang serta keterkaitan dengan modul sebelumnya. Keterkaitan dengan materi sebelumnya adalah pemetaan sumberdaya dengan program sekolah.

Dimana asset yang dimilki oleh sekolah perlu dikelola dengan baik untuk menggali potensi yang ada pada murid sehingga maksimalisasi pendidikan tercapai sesuai kodrat alam dan zaman murid sebagaimana cita-cita Ki Hajar Dewantara bapak pendidikan Nasional.Asset sekolah adalah modal manusia,modal sosial, modal fisik, modal lingkungan,modal financial,modal politik, modal agama dan budaya.

Feelings (Perasaan)

Yang saya rasakan pada minggu ke dua ini adalah minggu yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.Membahagiakan karena meskipun banyak tugas yang harus saya kerjakan, dapat terselesaikan dengan tepat waktu dan saya senantiasa diberikan kesehatan oleh Alloh,Alhamdulillah… Jika pikiran diibaratkan sebuah gelas, berusaha saya kosongkan supaya saya bisa menerima ilmu yang saya pelajari dari PGP ini. Saya berupaya akan adanya perubahan sebagai guru sebelum dan sesudah mengikuti PGP karena tugas sebagai Guru Penggerak sangatlah luar biasa yaitu untuk mengimplementasikan Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid.Adapun hal yang menyedihkan adalah pada minggu ini merupakan vicon terakhir kami dengan Fasilitator kami yang selama kami menjalani program guru penggerak selalu sabar dan juga telaten membimbing kami dalam mengerjakan tugas-tugas di LMS. Meskipun kami belum pernah bertemu dengan beliaunya secara langsung, akan tetapi kedekatan rasa persaudaraan antara Fasilitator dan semua CGP di kelas kami terasa mendalam. Semoga suatu saat nanti kami para CGP dari Kabupaten Lamongan terutama kelas 72 dipertemukan dengan beliaunya secara langsung dalam keadaan sehat walafiat, Amin.

 

Findings (Pembelajaran)

Modul 3.3 ini menambah pemahaman saya dan CGP lain bahwa sebuah program yang dirancang dan dibuat perlu termuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Step yang dilakukan dalam membuat program yang berdampak pada murid adalah dengan maping asset/ strengthness / potensi yang dimiliki oleh sekolah dengan tepat. Maping asset yang tepat akan memudahkan optimalisasi program berjalan dengan lancar tentunya membantu meminimalisir kendala. Optimalisasi asset yang benar tentunya memudahakan dalam mewujutkan visi-dan misi sekolah.

Modul ini juga menambah wawasan kami CGP untuk mengelola sebuah program yang berdampak pada murid dengan strategi MELR( monitoring, evaluation, learning and reporting). Selain dari itu kami juga di ajarkan pentingnya mengkaji SWOT (strengths,weakness,opportunities,threats) pada rencana program yang dibuat. Analisis SWOT (kekuatan,kelemahan,peluang dan ancaman) ini pun bermamfaat untuk meminimalisir resiko dalam menjalankan program yang berdampak pada murid di SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan.

Pembelajaran modul 3.3 ini merupakan point yang perlu dimiliki oleh seorang pemimpin dalam pembelajaran dalam rangka lebih berkreasi dan berinovasi serta bersinergi untuk mengembangkan asset yang ada di sekolah. Program yang terkelola dengan baik akan berdampak pada merdeka belajar dan tentunya akan melahirkan murid yang berprofil pelajar Pancasila.

 

Future (Penerapan)

Rencana kedepan dengan materi yang sudah didapat sebagai CGP akan sharing dengan rekan sejawat dan mengimplementasikan yang saya dapat di sekolah. Dalam menyusun sebuah program yang dirancang tentunya perlu termuat contents voice/suara, choice/pilihan dan ownership/kepemilikan murid. Jika ada kendala yang didapat kami CGP sudah tahu bagaimana meminimalisir resiko yang didapat.

Salam Guru Penggerak!

Jurnal Refleksi Modul 3.2

PEMIMPIM DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA

 

Peristiwa (Fact)

Di modul 3.2 ini, saya dibekali pengetahuan mengenai pengelolaan sumber daya dengan ABT (Aset Based Thinking). Kegiatan pengkajian LMS ini menggunakan Alur Merdeka. Diawali dengan Mulai dari Diri, Eksplorasi Konsep, Ruang Kolaborasi 1, Ruang Kolaborasi 2, Demonstrasi Kontekstual, Elaborasi Pemahaman, Koneksi Antar Materi dan diakhiri dengan Aksi Nyata.

Modul 3.2, Pada kegiatan alur Merdeka pertama, saya disajikan pada tema “Mulai dari Diri” yang memuat pertanyaan-pertanyaan reflektif sesi mulai dari diri antara lain: Mengingat-ingat ekosistem, bayangkan sekolah atau salah satu sekolah tempat Bapak dan Ibu bertugas. Apa bagian-bagian yang ada dari sekolah tersebut sebagai sebuah ekosistem? Apa saja yang bisa Anda sebut sebagai sumber daya yang dimiliki atau dapat dimanfaatkan oleh sekolah? Perhatikan untuk tidak terpaku pada hal-hal yang kelihatan. Refleksikan sosok pemimpin atau kepala sekolah yang memimpin sekolah tersebut. Apa hal-hal yang paling diingat dari sosok pemimpin tersebut, terkait dengan perannya di ekosistem sekolah serta pelibatan/pemanfaatan sumber daya yang ada? Jadi, seperti apa peran pemimpin yang ideal itu, khususnya dalam hal memanfaatkan semua bagian dari ekosistem dan mengelola sumberdaya yang ada di dalam dan sekitar sekolah? Silakan refleksikan, posisi diri Bapak dan Ibu dalam ekosistem sekolah. Sejauh mana Bapak Ibu sebagai guru atau peran lainnya telah memanfaatkan sumber daya sekolah? Apa saja harapan pada diri Bapak dan Ibu sebagai seorang pendidik, pemimpin, dan pada murid setelah mempelajari modul ini?

a. Diri sendiri

b. Murid

c. Sekolah

Apa saja kegiatan, materi, manfaat, yang Bapak dan Ibu harapkan ada dalam modul ini?

LMS dan kegiatan modul ke depan karena sebelumnya saya telah melakukan literasi secara mandiri dari pengalaman yang dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan pemantik yang tidak disadari membawa alur pemikiran CGP berefleksi pada dirinya sendiri dan hal yang ingin dipelajari lebih lanjut. Tidak lupa akhir modul pertanyaan pemantik adalah harapan dan ekspetasi bagi murid-murid. Ketika mengungkapkan harapan dan ekspetasi bagi murid, hal ini sangat begitu emosional ketika saya menggantungkan asa dan harapan masa depan dengan perbaikan mutu pendidikan bagi murid-murid binaan saya.

Kegiatan selanjutnya adalah Ekplorasi Konsep tentang Filsafat Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Ki Hajar Dewantara tentang pembelajaran holistik dalam filosofi Pendidikan budi pekerti sebagai berikut: Dalam konteks pendidikan Indonesia saat ini, Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid dalam pembelajaran di sekolah. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya menjadi proses yang sangat penting dilakukan di sekolah terutama dengan di terapkannya program kurikulum merdeka (KURMA) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Program ini dapat membuat murid menjadi lebih merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensinya. Harapannya proses penerapan ‘Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya' dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru untuk membantu murid mencapai tujuannya yaitu kemerdekaan dalam belajar.

Perasaan (Feelings)

Pada awal sebelum mempelajari modul, masih merasa bingung dengan praktik pemimpin dalam pengelolaan sumber daya. Namun, setelah mengikuti alur ekplorasi konsep, ditambah, alur ruang kolaborasi. Saya menjadi jelas bahwa pemimpin dalam pengelolaan sumber daya dapat menemukan dan mengenali hal-hal yang positif dalam kehidupan, dengan menggunakan kekuatan sebagai tumpuan berpikir, kita diajak untuk memusatkan perhatian pada apa yang bekerja, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Dengan mengidentifkasi aset atau modal yang dimiliki oleh sekolah dapat mewujudkan perubahan untuk peningkatan kualitas pembelajaran

Selanjutnya saya merasa semakin tercerahkan, saat alur presentasi ruang kolaborasi, semakin paham bahwa jika pemimpin dalam pengelolaan sumber daya adalah sosok pemimpin yang mampu menggali kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh suatu komunitas dalam suatu ekosistem baik itu kekuatan yang berasal dari komponen abiotik maupun biotik. Seorang pemimpin pembelajaran yang mampu mengelola sumber daya akan memiliki sikap yang optimis terhadap semua keadaan. Serta memandang setiap hal merupakan aset yang menjadi modal utama dalam mengembangkannya. 7 modal utama atau aset tersebut meliputi aset manusia, sosial, fisik, alam/lingkungan, finansial, politik, agama dan budaya.

Pembelajaran (Findings)

Dalam Modul 3.2 tentang Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya saya peroleh antara lain:

Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya adalah sosok pemimpin yang mampu menggali kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh suatu komunitas dalam suatu ekosistem baik itu kekuatan yang berasal dari komponen abiotik maupun biotik. Seorang pemimpin pembelajaran yang mampu mengelola sumber daya akan memiliki sikap yang optimis terhadap semua keadaan. Serta memandang setiap hal merupakan aset yang menjadi modal utama dalam mengembangkannya.

Mengutamakan Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) dalam mengelola sumber daya. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA) menekankan pada nilai, prinsip dan cara berpikir mengenai dunia. Pendekatan ini memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian pendekatan ini melihat komunitas sebagai pencipta dari kesehatan dan kesejahteraan, bukan sebagai sekedar penerima bantuan. Pendekatan PKBA menekankan dan mendorong komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna. Kedua peran yang penting ini menurut Kretzman (2010) adalah jalan untuk menciptakan warga yang produktif.

Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset menekankan kepada kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Pendekatan Pengembangan Komunitas Berbasis Aset berfokus pada potensi aset/sumber daya yang dimiliki oleh sebuah komunitas.

Menurut Green dan Haines (2002) dalam Asset building and community development, ada 7 aset utama atau di dalam buku ini disebut sebagai modal utama, yaitu:

1. Modal Manusia

Sumber daya manusia yang berkualitas, investasi pada sumber daya manusia menjadi sangat penting yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, dan harga diri seseorang. Pemetaan modal atau aset individu merupakan kegiatan menginventaris pengetahuan, kecerdasan, dan keterampilan yang dimiliki setiap warganya dalam sebuah komunitas, atau dengan kata lain, inventarisasi perorangan dapat dikelompokkan berdasarkan sesuatu yang berhubungan dengan hati, tangan, dan kepala. Pendekatan lain mengelompokkan aset atau modal ini dengan melihat kecakapan seseorang yang berhubungan dengan kemasyarakatan, contohnya kecakapan memimpin sekelompok orang, dan kecakapan seseorang berkomunikasi dengan berbagai kelompok. Kecakapan yang berhubungan dengan kewirausahaan, contohnya kecakapan dalam mengelola usaha, pemasaran, yang negosiasi. Kecakapan yang berhubungan dengan seni dan budaya, contohnya kerajinan tangan, menari, bermain teater, dan bermain musik.

2. Modal Sosial

Norma dan aturan yang mengikat warga masyarakat yang ada di dalamnya dan mengatur pola perilaku warga, juga unsur kepercayaan (trust) dan jaringan ( networking) antara unsur yang ada di dalam komunitas/masyarakat. Investasi yang berdampak pada bagaimana manusia, kelompok, dan organisasi dalam komunitas berdampingan, contohnya kepemimpinan, bekerjasama, saling percaya, dan punya rasa memiliki masa depan yang sama. Contoh-contoh yang termasuk dalam modal sosial antara lain adalah asosiasi. Asosiasi adalah suatu kelompok yang ada di dalam komunitas masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih yang bekerja bersama dengan suatu tujuan yang sama dan saling berbagi untuk suatu tujuan yang sama. Asosiasi terdiri atas kegiatan yang bersifat formal maupun nonformal. Beberapa contoh tipe asosiasi adalah berdasarkan keyakinan, kesamaan profesi, kesamaan hobi, dan sebagainya. Terdapat beberapa macam bentuk modal sosial, yaitu fisik (lembaga), misalnya asosiasi dan institusi. Institusi adalah suatu lembaga yang mempunyai struktur organisasi yang jelas dan biasanya sebagai salah satu faktor utama dalam proses pengembangan komunitas masyarakat.

 

3. Modal Fisik

Terdiri atas dua kelompok utama, yaitu: Bangunan yang bisa digunakan untuk kelas atau lokasi melakukan proses pembelajaran, laboratorium, pertemuan, ataupun pelatihan. Infrastruktur atau sarana prasarana, mulai dari saluran pembuangan, sistem air, mesin, jalan, jalur komunikasi, sarana pendukung pembelajaran, alat transportasi, dan lain-lain.

4. Modal Lingkungan/alam

Bisa berupa potensi yang belum diolah dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dalam upaya pelestarian alam dan juga kenyamanan hidup. Modal lingkungan terdiri dari bumi, udara yang bersih, laut, taman, danau, sungai, tumbuhan, hewan, dan sebagainya. Tanah untuk berkebun, danau atau empang untuk berternak, semua hasil dari pohon seperti kayu, buah, bambu, atau material bangunan yang bisa digunakan kembali untuk menenun, dan sebagainya.

5. Modal Finansial

Dukungan keuangan yang dimiliki oleh sebuah komunitas yang dapat digunakan untuk membiayai proses pembangunan dan kegiatan sebuah komunitas. Modal finansial termasuk tabungan, hutan, investasi, pengurangan dan pendapatan pajak, hibah, gaji, serta sumber pendapatan internal dan eksternal. Modal finansial juga termasuk pengetahuan tentang bagaimana menanam dan menjual sayur di pasar, bagaimana menghasilkan uang dan membuat produk-produk yang bisa dijual, bagaimana menjalankan usaha kecil, bagaimana memperbaiki cara penjualan menjadi lebih baik, dan juga bagaimana melakukan pembukuan.

6. Modal Politik

Modal politik adalah ukuran keterlibatan sosial. Semua lapisan atau kelompok memiliki peluang atau kesempatan yang sama dalam kepemimpinan, serta memiliki suara dalam masalah umum yang terjadi dalam komunitas. Lembaga pemerintah atau perwakilannya yang memiliki hubungan dengan komunitas, seperti komunitas sekolah, komite pelayan kesehatan, pelayanan listrik atau air.

7. Modal Agama dan budaya

Upaya pemberian bantuan empati dan perhatian, kasih sayang, dan unsur dari kebijakan praktis (dorongan utama pada kegiatan pelayanan). Termasuk juga kepercayaan, nilai, sejarah, makanan, warisan budaya, seni, dan lain-lain. Kebudayaan yang unik di setiap daerah masing-masing merupakan serangkaian ide, gagasan, norma, perlakuan, serta benda yang merupakan hasil karya manusia yang hidup berkembang dalam sebuah ruang geografis. Agama merupakan suatu sistem berperilaku yang mendasar, dan berfungsi untuk mengintegrasikan perilaku individu di dalam sebuah komunitas, baik perilaku lahiriah maupun simbolik. Agama menuntut terbentuknya moral sosial yang bukan hanya kepercayaan, tetapi juga perilaku atau amalan. Identifikasi dan pemetaan modal budaya agama merupakan langkah yang sangat penting untuk melihat keberadaan kegiatan dan ritual kebudayaan dan keagamaan dalam suatu komunitas, termasuk kelembagaan dan tokoh-tokoh penting yang berperan langsung atau tidak langsung di dalamnya. Sangat penting kita mengetahui sejauh mana keberadaan ritual keagamaan dan kebudayaan yang ada di masyarakat serta pola relasi yang tercipta di antaranya dan selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai peluang untuk menunjang pengembangan perencanaan dan kegiatan bersama.

Penerapan

Dari modul 3.2 tentang pemimpin dalam pengelolaan sumber daya yang saya pelajari, saya akan melaksanakan implementasi di kelas sebagai seorang pemimpin pembelajaran akan mampu mengoptimalkan apa saja yang dimiliki oleh sekolah yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan minat murid. Sedangkan implementasinya di sekolah adalah seorang pemimpin pembelajaran akan memanfaatkan atau mengidentifikasi aset-aset atau modal yang ada di sekolah untuk mengembangkan dan melaksanakan program-program sekolah dan mewujudkan visi dan misi sekolah dengan berkolaborasi dengan seluruh warga sekolah. Dan implementasi pada masyarakat sekitar adalah seorang pemimpin pembelajaran yang mampu mengelola sumber daya akan mampu menjalin kolaborasi yang baik dengan lingkungan sekitar sekolah demi kepentingan dan kemajuan sekolah Sebagai contoh adalah memanfaatkan aset yang ada di sekolah misalnya saja dalam Kelas Inspirasi, guru yang memiliki keterampilan, pengetahuan akan mendukung pengelolaan sekolah. Guru yang terampil menari, terampil di bidang IT, seni suara, keterampilan berkomunikasi, master of ceremony, seni menggambar, seni melukis, olahraga, dan lain-lain. Orang tua, dapat menjadi inspirasi, pembicara kelas orang tua, menjadi tokoh karir yang dapat memotivasi baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai narasumber atau berbagi praktik baik melalui media sosial (youtube, tik tok, fb, telegram, dan lain-lain).

Jurnal Refleksi Modul 3.1

PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERBASIS NILAI-NILAI KEBAJIKAN

 

Salah satu materi yang saya terima dalam Pendidikan Guru Penggerak adalah materi pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin. Materi ini sungguh memberikan pemahaman dan paradigma baru dalam diri saya sebagai seorang pendidik dalam pengambilan keputusan, terutama pengambilan keputusan yang berpihak pada murid. Maka pada kesempatan ini saya akan berbagi pemahaman melalui sebuah rangkuman, sekaligus sebagai pemenuhan tugas Koneksi Antar Materi, salah satu tugas yang wajib saya kerjakan dalam Pendidikan Guru Penggerak.

Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin merupakan sebuah proses keterampilan dalam menentukan sebuah pilihan keputusan dari berbagai alternatif yang ada untuk mencapai sebuah tujuan tertentu yang didasari dengan nilai kebajikan yang dimiliki seorang pemimpin. Beberapa hal penting yang perlu diketahui dalam pengambilan keputusan meliputi bujukan moral dan dilema etika, unsur dasar pengambilan keputusan, paradigma dilema etika, prinsip pengambilan keputusan, serta langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Unsur Dasar Pengambilan Keputusan

Terdapat 3 unsur dasar pengambilan keputusan  sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, maka seorang pemimpin perlu mendasarkan keputusan berdasarkan pada ketiga unsur tersebut.

Bujukan Moral dan Dilema Etika

Dilema etika merupakan sebuah dilema yang muncul dari permasalahan-permasalahan yang menjadi pertimbangan pengambilan keputusan, dimana permasalahan-permasalahan tersebut tergolong permasalahan yang berasal dari sebuah kebenaran. Dengan kata lain, dilema etika merupakan dilema antara benar melawan benar. Keputusan yang diambil seorang pemimpin tidak selalu dihadapkan oleh pertimbangan atau permasalahan yang sama-sama benar, ada sebuah isitilah yang disebut bujukan moral yaitu sebuah dilema permasalahan yang dihadapi dimana satu pihak adalah benar sementara pihak yang lain adalah salah, dalam hal ini salah berdasarkan legalitas atau regulasi yang berlaku. Dengan kata lain bujukan moral merupakan sebuah permasalahan yang muncul antara benar melawan salah. Perlu diketahui bahwa tidak semua keputusan sulit tersebut merupakan dilema etika, ada kalanya masalah yang kita hadapi lebih berupa bujukan moral.

Paradigma Dilema Etika

Dilema etika merupakan permasalahan yang menjadi pertimbangan keputusan dimana permasalahan tersebut adalah sama-sama benar. Paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika meliputi; 1) paradigma individu lawan kelompok (individual vs community), yaitu dilema tentang bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil, dan apa yang benar untuk  kelompok yang lebih besar. Sebagai guru terkadang kita juga harus membuat pilihan  seperti ini di dalam kelas. Satu kelompok siswa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengerjakan sebuah tugas, sementara ada kelompok lain yang dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat sehingga mereka sudah siap untuk masuk ke pelajaran berikutnya, 2) Paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy); dalam paradigma ini, pilihannya adalah antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Kita bisa memilih untuk berlaku adil dengan memperlakukan hal yang sama bagi semua orang, atau membuat pengecualian dengan alasan kemurahan hati dan kasih sayang. Terkadang memang benar untuk berpegang teguh pada peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga tindakan yang benar, 3) paradigma kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty); Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika. Kadang kita harus memilih antara jujur atau setia (bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita akan menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu, atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya, dan 4) Paradigma jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term), yaitu sebuah paradigma pengambilan keputusan dimana kita harus memilih keputusan yang kelihatannya terbaik untuk saat ini atau yang terbaik untuk masa yang akan datang.

 

Prinsip pengambilan keputusan atau prinsip dilema etika

Sebagai seorang pemimpin hendaknya mampu menganalisis  3 prinsip atau pendekatan dalam pengambilan keputusan yang memuat unsur dilema etika, serta menilai dirinya memiliki kecenderungan menggunakan prinsip yang mana pada saat pengambilan keputusan. Ketiga prinsip tersebut adalah 1) berpikir berbasis hasil akhir (ends-based thinking) merupakan prinsip pengambilan keputusan dimana keputusan  dihasilkan untuk membahagaikan sebagian orang-orang yang terdampak oleh keputusan, 2) berpikir berbasis peraturan (rule-based thinking) merupakan prinsip pengambilan keputusan berdasarkan prinsip atau aturan-aturan yang telah ditetapkan, dan 3) berpikir berbasis rasa peduli (care-based thinking) adalah memutuskan sesuatu dengan pemikiran apa yang kita harapkan, yang orang lain lakukan terhadap kita. Berpikir berbasis rasa peduli cenderung mengandalkan rasa kepedulian terhadap sesama dalam menentukan keputusan. Hal yang perlu diperhatikan bahwa suatu pengambilan keputusan, walaupun telah berlandaskan pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu, tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Pada akhirnya kita perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid.

 

Langkah Pengambilan dan Pengujian Kepuitusan

Terdapat 9 langkah yang ditempuh dalam pengambilan dan pengujian keputusan meliputi; 1) mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, 2) menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, 3) mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, 4) pengujian benar atau salah, 5) pengujian paradigma benar lawan benar, 6) melakukan prinsip resolusi, 7) investigasi opsi trilema, 8) buat keputusan, 9) lihat lagi keputusan dan refleksikan. Perlu diperhatikan bahwa langkah-langkah ini adalah sebuah panduan, artinya bukan sebuah metode yang kaku dalam penerapannya. Keberhasilan dalam pengambilan keputusan perlu diasah sehingga kita bisa memiliki keterampilan dalam pengambilan keputusan yang bertanggung jawab berdasar nilai-nilai kebajikan.

Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Bila dikaitkan dengan dengan Filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka ing ngarsa sung tulodha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani, maka keputusan yang diambil seorang pemimpin pembelajaran hendaknya merupakan keputusan yang penuh dengan nilai-nilai kebajikan dan dapat dipertanggungjawabkan, serta berpihak pada murid sehingga keputusan tersebut dapat dijalankan dan diteladani, mampu menciptakan iklim yang kondusif dalam melahirkan prakarsa atau ide, dan memunculkan motivasi tinggi dalam sebuah proses pembelajaan dan pendidikan.

 

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seseorang akan berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang diambil dalam pengambilan suatu keputusan karena sebuah keputusan merupakan refleksi dari nilai-nilai moral dan etika yang dimiliki seseorang. Nilai-nilai kebajikan yang dimiliki seseorang semacam kasih sayang, toleransi, tanggung jawab, kejujuran, percaya, dan nilai-nilai kebajikan lainnya akan memberikan peran besar ketika melakukan analisis atau melakukan pertimbangan terhadap suatu masalah dalam menentukan keputusan.

Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi  ‘coaching’  yang telah dibahas pada sebelumnya.

Keterampilan pengambilan keputusan dapat diterapkan pada kegiatan coaching, yaitu khususnya dalam menentukan pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan pada coachee. Keterampilan dalam menentukan pertanyaan hampir serupa dengan keterampilan pengambilan keputusan, karena menentukan pertanyaan dalam coaching merupakan bagian dari keputusan yang diambil coach saat kegiatan coaching. Kualitas pertanyaan coaching dan kualitas pengambilan keputusan ini sama-sama akan mempengaruhi arah dan tujuan yang hendak dicapai. Keduanya juga merupakan ketrampilan yang sangat penting dalam menggali suatu masalah yang sebenarnya terjadi, baik masalah dalam diri kita maupun masalah yang dimiliki orang lain. Langkah-langkah dalam coaching dapat mengidentifikasi masalah apa yang sebenarnya terjadi dan membuat pemecahan masalah secara sistematis. Konsep coaching dapat dikombinasikan dengan sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan sebagai evaluasi terhadap hasil keputusan yang telah diambil. Bimbingan dari pengajar praktik dan fasilitator telah membantu saya dalam mempelajari masalah atau kasus-kasus dalam pengambilan keputusan terutama dalam pengambilan keputusan yang berpihak pada murid, sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal, serta merpertanggungjawabkan keputusan yang saya ambil.

Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Keterampilan pengelolaan sosial emosional seorang guru adalah hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika. Salah satu unsur keterampilan sosial emosional adalah pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Dengan kondisi sosial emosional yang baik, maka diharapkan keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik dengan berbagai pertimbangan yang telah dipikirkan dengan baik berdasarkan pilihan paradigma dilema etika serta berdasarkan langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang baik pula.

 

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika pada intinya akan kembali pada nilai-nilai yang dianut pada diri seorang pendidik. Hal ini terjadi karena nilai-nilai tersebut akan terefleksi ke dalam berbagai penanganan masalah dan keputusan yang diambil seorang pendidik. Jika nilai-nilai yang dianut menunjukan nilai-nilai kebajikan, maka keputusan dalam penanganan masalah moral dan etika akan menghasilkan keputusan yang senantiasa berpihak pada murid dan dapat dipertanggungjawabkan. Sekolah merupakan institusi moral yang harus senantiasa mengembangkan nilai moral dan etika murid yang lebih baik. Sebagaimna diketahui bahwa nilai-nilai yang dianut oleh Guru Penggerak meliputi reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada anak didik. Dengan pertimbangan itu pula maka, seorang pendidik telah selayaknya mempertimbangkan keterpihakan pada murid dalam setiap keputusan yang dibuatnya.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Sebuah keputusan yang baik harus berdasarkan prinsip yang tepat dengan pengambilan dan pengujian yang cermat. Namun seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, bahwa suatu pengambilan keputusan, walaupun telah berlandaskan pada suatu prinsip atau nilai-nilai tertentu dan telah berdasarkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, tetap akan memiliki konsekuensi yang mengikutinya. Maka dari itu kita perlu mengingat kembali hendaknya setiap keputusan yang kita ambil didasarkan pada rasa penuh tanggung jawab, nilai-nilai kebajikan universal, serta berpihak pada murid sehingga keputusan itu nanti bisa berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Setiap pendidik memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menangani sebuah kasus dilema etika. Hal ini tak bisa lepas dengan perbedaan paradigma yang dianut setiap pendidik khususnya dalam pemahaman unsur dasar pengambilan keputusan dan prinsip dilema etika, serta nilai-nilai yang dianut setiap pendidik. Hal ini menyebabkan adanya tantangan-tantangan dalam menjalankan pengambilan keputusan terkait dilema etika. Selain itu, ketegasan dan budaya sekolah yang kurang berkomitmen dalam menjunjung tinggi keputusan bersama serta nilai-nilai kebajikan juga menjadi kendala yang cukup berat dalam upaya penanganan kasus dilema etika.

Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Inti dari pengajaran yang memerdekakan murid adalah memberi ruang kepada peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan gaya belajarnya. Pengambilan keputusan seorang pendidik akan memberikan pengaruh apabila keputusannya telah memberikan ruang dan kesempatan bagi siswa  tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan gaya belajarnya. Hal ini dapat terwujud dengan cara memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid melalui langkah-langkah seperti pembelajaran diferensiasi dan pembimbingan keterampilan sosial emosional, serta menciptakan  pembelajaran yang memenuhi kebutuhan belajar murid. Selain itu tenaga penddik perlu melakukan pengambilan keputusan yang mendukung hal-hal tersebut dengan menciptakan budaya positf dalam menjalankan visi dan misi sekolah, agar nantinya bisa menjadi teladan bagi murid seperti yang tertuang dalam filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka ing ngarsa sung tulodha, ing madya mangun karso, tut wuri handayani.

 

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Keputusan pemimpin pembelajaran sangat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya. Hal ini terjadi karena kehidupan murid-murid di sekolah merupakan embrio dari kehidupan masa dewasanya, sehingga pembelajaran di sekolah merupakan tempat berlatih dan bertumbuh kembang untuk menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya nanti. Maka perlu dicermati sejak dini bahwa keputusan seorang pemimpin pembelajaran semaksimal mungkin untuk memberikan keterpihakan pada murid dengan memberikan pelayanan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya.

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang bisa saya tarik dari pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin ini adalah, sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya mulai mempertimbangkan dan menganalis dengan cermat semua keputusan yang telah ataupun yang akan diambil sehingga benar-benar memenuhi unsur dasar pengambilan keputusan, yaitu bertanggung jawab, berpihak pada murid, dan berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal dengan langkah, prinsip, dan analisis penuh kebijkasanaan. Semua keputusan dibuat agar bisa memenuhi kebutuhan murid dengan memberikan pembelajaran berdiferensiasi, tumbuh kembang sosial emosional, menciptkan budaya positif, dan menerapkan pratap triloka Ki Hajar Dewantara. Mengutip dari pernyataan Bob Talbert “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”, menunjukkan bahwa mengajarkan segala pemahaman budi pekerti, karakter, moral, dan etika lebih utama dibandingkan dengan pengajaran yang sekedar mengejar nilai kognitif dari sebuah mata pelajaran.  Georg Wilhelm Friedrich Hegel menyatakan bahwa pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis. Hal ini menunjukkan bahwa begitu pentingnya untuk mengambil keputusan agar murid bisa memiliki karakter dan keterampilan sosial emosional yang baik untuk meraih kebahagiaan di masanya nanti.

Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Pemahaman saya terkait dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, seperti yang telah saya uraikan pada awal pembahasan ini memberikan pemahaman pada saya tentang arti pentingnya sebuah keputusan yang memberikan dampak pada perkembangan tumbuh kembang murid. Sebagai pembelajar sepanjang hayat, saya merasa masih terus belajar dalam pengambilan keputusan karena berawal dari pembelajaran ini saya baru mengetahui dan diluar dugaan saya bahwa pengembalin keputusan membutuhkan pertimbangan serta analisis pengujian yang begitu detail.

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari materi pengambilan keputusan ini saya banyak menemukan dan mengambil keputusan dari berbagai kasus dilema etika sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Ternyata apa yang saya lakukan selama ini masih belum sesuai dari seharusnya yang dilakukan dalam pengambilan keputusan. Selama ini saya hanya mengandalkan beberapa pertimbangan dan analisis dangkal. Banyak langkah-langkah pengujian yang belum saya lakukan secara detail dan menyeluruh.

 

Bagaimana dampak mempelajari konsep  ini buat Anda, perubahan  apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dampak yang saya rasakan dalam mempelajari pengambilan keputusan ini adalah saya semakin mengetahui langkah dan cara pengambilan keputusan yang baik, tentunya berpihak pada murid, bertanggung jawab serta berdasarkan nilai-nilai kebajikan. Ke depannya, saya perlu melakukan pengambilan dengan berbagai pertimbangan seperti yang diajarkan dalam konsep materi ini dengan hati-hati dan kebijaksanaan.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Materi pembelajaran pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai sebagai pemimpin saya rasa sangat penting bagi kita, baik sebagai individu maupun seorang pemimpin pembelajaran. Mengingat pentingnya hal ini, maka setiap pendidik perlu memahami dan mempelajari tentang-tentang praktik pembelajaran pengambilan keputusan khususnya keputusan yang berpihak pada murid.

 

Facts (Peristiwa)

Kegiatan Modul 3.1 ini diawali dengan kegiatan Pre Test. Setelah mengerjakan Pre Test kegiatan dilanjutkan ke alur MERDEKA. Alur yang pertama mulai dari diri yang dilaksanakan bersamaan dengan Pre Test. Pada alur ini, saya menjawab pertanyaan pemantik mengenai maksud dari kutipan Bapak Mentri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi mengenai beban dan amanah kepemimpinan. Kegiatan selanjutnya pada alur MERDEKA yaitu alur eksplorasi konsep. Alur eksplorasi konsep ini dibagi menjadi dua kegiatan. Kegiatan yang pertama saya mengeksplorasi sendiri pengetahuan saya melalui kegiatan membaca, mengomentari, menjawab pertanyaan, dan menganalisis kasus mengenai 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Pada alur eksplorasi konsep yang kedua saya melakukan diskusi dengan memilih salah satu kasus dari 4 kasus yang tersedia mengenai dilema etika dan bujukan moral. Saya juga mengomentari hasil analisis rekan CGP yang lain. Kegiatan selanjutnya yaitu alur ruang kolaborasi yang pertama. Pada kegiatan ini saya mendapatkan pemahaman dan ilmu mengenai pengambilan keputusan dari fasilitator. Kemudian fasilitator juga memfasilitasi saya bersama CGP yang lain untuk berkelompok menganalisis kasus. Saya bersama 3 rekan CGP lainnya menganalisis bersama-sama sebuah kasus dilema etika yang pernah dialami oleh saya. Kemudian kami bersama-sama menyusun hasil analisisnya untuk dipresentasikan pada pertemuan selanjutnya. Kegiatan selanjutnya masih pada ruang kolaborasi. Pada ruang kolaborasi yang kedua saya bersama rekan-rekan saya mempresentasikan hasil diskusi saya. Tugas saya pada kegiatan ini yaitu menjawab pertanyaan dan menjadi penananggap hasil diskusi kelompok lainnya. Kegiatan dilanjutkan pada demonstrasi kontekstual. Pada alur ini saya dituntut untuk membuat sebuah wawancara bersama 2-3 kepala sekolah mengenai pengambilan keputusan. Saya mewawancarai 2 kepala sekolah yaitu bapak Drs. Sunardi, M.Si kepala SMA Negeri Babat, kemudian Bapak Nur Kakim, M.Pd. selaku kepala SMA Unggulan BPPT Al Fattah Lamongan. Hasil wawancara tersebut saya analisis dan buat laporan. Tahapan selanjutnya yaitu tahapan Elaborasi Pemahaman. Pada tahapan ini saya mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pengambilan keputusan yang dibimbing oleh instruktur. Kegiatan selanjutnya yaitu koneksi antar materi. Pada kegiatan ini, saya membuat hubungan antar materi yang sudah dipelajari mulai dari modul 1 sampai modul 3.1 dengan cara menjawab 14 pertanyaan. Kegiatan yang terakhir adalah aksi nyata. Saya membuat rancangan aksi nyata pada modul 3.1 ini yaitu dengan melakukan desiminasi, membantu menyelesaikan masalah dengan membuat keputusan berdasarkan 4 paradigma, 3 prinsip, serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Feelings (Perasaan)

Perasaan saya ketika mempelajari modul 3.1 ini adalah saya merasa senang, tertantang, dan penasaran. Saya merasa senang karena mendapatkan ilmu dan pengalaman dalam menganalisis sebuah kasus serta membuat keputusan pada permasalahan yang dihadapi. Saya merasa penasaran karena biasanya saya membuat keputusan tanpa melaksanakan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Saya juga merasa tertantang untuk melakukan praktik baik mengenai modul 3.1 ini.

Findings (Pembelajaran)

Hal yang bermanfaat yang saya dapatkan pada modul ini adalah mengenai 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Pembelajaran yang saya dapatkan bahwa dalam pengambilan keputusan harus didasarkan pada nilai-nilai kebajikan, membawa dampak positif, dan harus menganalisis terlebih dahulu masalah tersebut masuk ke dalam dilema etika atau bujukan moral.

Future (Penerapan)

Penerapan di masa mendatang, sebagai pemimpin pembelajaran saya akan melaksanakan kegiatan diseminasi mengenai modul ini di sekolah kepada kepala sekolah beserta dewan guru. Kemudian saya akan mencoba membuat keputusan dalam sebuah permasalahan dengan menggunakan 9 langkah dan berdasarkan paradigma serta prinsip pengambilan keputusan.

Jurnal Refleksi Modul 2.3

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

 

Secara umum, Coaching merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, peran coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999).

Selain coaching , metode pengembangan diri yang bisa dilakukan di sekolah adalah mentoring , konseling, fasilitasi dan training . Tentunya, terdapat perbedaan peran dan tujuan dalam setiap metode pengembangan diri tersebut.

Dalam konteks pendidikan, coaching merupakan komunikasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan murid. Pendidik sebagai pamong, menuntun murid agar murid dapat menemukan kekuatan dalam dirinya, memberdayakan potensi dirinya, dan tidak kehilangan arah serta tidak membahayakan dirinya. Hal itu selaeras  dengan Ki Hadjar Dewantara yang  menekankan bahwa pendidikan bertujuan ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya, mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Selain itu, dalam konteks pendidikan, coaching merupaan komunikasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee (rekan sejawat) untuk menemukan kekuatan dirinya dalam melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Paradigma yang dapat  diterapkan untuk percakapan coaching adalah paradigm berpikir “Among”, yaitu coach dan coachee adalah mitra belajar, komunikasi yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Paradigma berpikir “Among” ini  dapat melatih guru (coach) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid, maka coach perlu memiliki paradigma berpikir coaching, yaitu fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan. Selain itu, dalam melakukan percakapan coaching, ketiga prinsip coaching perlu diperhatikan dalam rangka memberdayakan orang lain (coachee), yaitu prinsip kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi.

Agar coaching yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan dapat menggali potensi coachee, maka seorang coach perlu memahami, menerapkan, dan melatih kompetensi inti coaching secara terus menerus, yaitu kompetensi kehadiran penuh/ presence, mendengarkan aktif bebas dari asumsi, melabeli, dan asosiasi, dan mengajukan pertanyaan berbobot. Masih dalam konteks pendidikan, paradigm berpikir coaching sangat diperlukan dalam melaksanakan supervise akademik. Supervisi akademik merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk memastikan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik berpihak pada murid, dan untuk mengembangjan kompetensi diri pendidik.

Dalam supervisi akademik, supervisor (kepala sekolah, guru senior, rekan sejawat) dapat membangun percakapan yang memberdayakan potensi guru. dalam hal ini, terdapat empat percakapan yang dapat diterapkan, yaitu sebagai berikut.:

·         Percakapan untuk perencanaan dilakukan sebelum coachee (teman sejawat) akan memulai/ terlibat dalam suatu kegiatan atau melakukan suatu tugas.

·         Percakapan untuk pemecahan masalah dilakukan saat coachee menghadapi masalah, merasa buntu, merasa tidak jelas, merasa tidak berdaya, merasa tidak mampu, mengalami krisis, dan membutuhkan bantuan orang lain.

·         Percakapan untuk berefleksi dilakukan setelah ada aktivitas yang dilakukan oleh coachee atau setelah coachee menyelesaikan tugas, dan saat coachee sedang ingin merefleksikan diri

·         Percakapan untuk kalibrasi dilakukan saat coachee ingin melakukan swanilai kinerja/perkembangannya terhadap suatu standar/kriteria dan saat perlu melakukan penyesuaian ulang atas rencana terhadap standar/kriteria tersebut.  

Lebih lanjut, dalam melaksanakan coaching terdapat sebuah acuan umum atau alur percakapan coaching, yang dapat membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna, yaitu alur TIRTA berikut ini.

·         Tujuan umum. Pada alur ini, coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung

·         Identifikasi. Pada alur ini, coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi

·         Rencana aksi. Pada alur ini, coach mengajukan pertanyaan-pertanyaan pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat oleh coachee.

·         Tanggung jawab. Pada alur ini, coachee membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.

Supervisi akademik tidak berhenti setelah supervisor melaksanakan observasi. Namun, supervisi merupakan sebuah siklus yang berkesinambungan, yang meliputi 3 tahap berikut ini.

1.    Pra observasi

Pertemuan pra-observasi merupakan perckapan yang bertujuan untuk membangun kemitraan antara supervisor dan guru dalam mengembangkan kompetensi diri.

2.    Observasi

Pada tahap ini, supervisor akan melaksanakan kunjungan kelas dan mengobservasi pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru.

3.    Pasca observasi 

Setelah melakukan observasi, supervisor melaksanakan percakapan dengan guru terkait hasil data observasi, menganilisi data, umpan balik, dan rencana pembembangan kompetensi yang akan dilakukan guru. Proses percakapan pasca observasi ini bersifat reflektif, dan bertujuan perbaikan ke depannya.

Sebagai sebuah siklus, supervise akademik tidak berhenti saat supervise selesai, namun supervisi dilaksanakan secara berkesinambungan. Supervisor melakukan proses tidak lanjut yng meliputi refleksi, perencanaan pengembangan diri, dan pengembangan proses pembelajaran. Dengan kata lain, hasil supervisi yang telah dilakukan merupakan pijakan untuk supervise akademik berikutnya.

Bagaimana peran Anda sebagai seorang coach di sekolah?

Ki Hadjar Dewantara yang  menekankan bahwa pendidikan bertujuan ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya, mencapai keselamatan dan kebagahiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Peran saya sebagai coach di sekolah adalah menuntuh murid dalam menggali setiap potensi yang ada di dalam dirinya, dengan menerapkan paradigm berpikir coaching. Selain itu, peran yang sudah saya lakukan sebagai coach di sekolah adalah menuntun rekan sejawat untuk menemukan solusi yang sedang dihadapinya tentang murid, memperbaiki pembelajaran, dan mengembangkan kompensi dirinya.

Kaitan coaching untuk supervise akademik dengan materi pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosi.

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian aktivitas pembelajaran dengan menyesuaikan proses pembelajaran di kelas sesuai kebutuhan belajar setiap individu murid. Kaitannya dengan coaching, guru dapat melakukan komunikasi pembelajaran yang dilakukan dengan  murid agar murid dapat menemukan kekuatan dalam dirinya, memberdayakan potensi dirinya melalui pembelajaran berdiferensiasi ini. Selain itu, guru juga dapat memberdayakan rekan sejawat melalui percakapan coaching untuk melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi di kelasnya.

Pembelajaran sosial dan emosional adalah pembelajaran yang dilakukan untuk dapat menumbuhkan keterampilan sosial dan emosional murid (kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab). Kaitannya dengan coaching, guru dapat melakukan komunikasi dengan murid agar murid dapat memberdayakan kekuatan dalam dirinya agar tidak kehilangan arah serta tidak membahayakan dirinya.

Selain itu, ketempilan sosial emosional (KSE) juga diperlukan bagi coach dan coachee ketika melaksanakan coaching. Seorang coach harus mampu mengendalikan dirinya, menghadirkan dirinya secara penuh, memberikan kesempatan coachee untuk berbicara dan menahan diri untuk tidak menyela pembicaraan, memiliki empati dan welas asih, berkomunikasi dengan baik dengan coachee, dan menuntun coachee membuat keputusan atau rencana yang akan dilakukannya.

Bagaimana keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin  pembelajaran

Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun).

Coaching merupakan proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis. Melaui coaching, seorang coach dapat memfasilitasi peningkatan performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee. Coaching sendiri bertujuan untuk menuntun coachee, agar dapat menemukan ide baru atau cara dalam mengatasi tantangan yang sedang dihadapinya, atau mencapai tujuan yang dikehendakinya. Hubungan yang dibangun antara coach dengan coaching adalah kemitraan, coach berperan menghantarkan melalui mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan, namun coachee lah yang membuat keputusan sendiri.

Sementara itu, supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas, dan untuk pengembangan kompetensi diri pendidik di sekolah. Dalam hal ini, pemimpin sekolah atau kepala sekolah berperan untuk melaksanakan supervisi akademik di sekolahnya.

Dengan demikian, supervisi akademik perlu dilaksanakan dengan paradigma berpikir coaching, agar guru/coachee terlibat aktif dalam proses supervisi, sehingga mendorong munculnya motivasi instrinsik untuk mengembangkan kompetensi diri dan mengembangkan proses pembelajaran yang berpihak pada murid.

Facts (Peristiwa):

Modul 2.3 tentang Coaching Untuk Supervisi Akademik dimulai pada 9 Maret 2023. Dalam mempelajari modul ini dilakukan dengan eksplorasi konsep yang terbagi kedalam 4 Sub Pembelajaran yakni : Sub Pembelajaran 2.1: Konsep Coaching secara Umum dan Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan, Sub Pembelajaran 2.2: Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching, Sub Pembelajaran 2.3: Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching, Sub Pembelajaran 2.4: Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching. 

Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada  solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. 

Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation mendefinisikan coaching sebagai”bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.” Berbagai tugas dalam Sub Pembelajaran memberikan pengalaman yang berharga bagi saya dalam memahami coaching.  Tugas Ruang Kolaborasi yang terdiri dari latihan dan praktik coaching memberikan pengalaman yang menarik bagi saya dalam melakukan coaching. Memberikan pengalaman kepada saya bagaimana berperan sebagai coach dan juga bagaimana saya berperan sebagai coachee.

Feelings (Perasaan)

Setelah mempelajari Modul 2.3 ini saya merasa senang, lega dan termotivasi untuk melakukan coaching ini untuk perencanaan, untuk mencari solusi dalam berbagai permasalahan yang saya hadapi mauapun yang dihadapai rekan sejawat di sekolah,  untuk berefleksi, dan untuk kalibrasi.

Findings (Pembelajaran)

Banyak pelajaran yang saya dapatkan dari materi di Modul 2.3 ini. Supervisi akademik dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid dan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah. Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan  dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.

Paradigma berpikir coaching  terdiri dari fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu, memiliki kesadaran diri yang kuat, mampu melihat peluang baru dan masa depan. Prinsip coaching yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Kompetensi Inti Coaching meliputi kehadiran penuh/Presence, mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan berbobot. Percakapan Berbasis Coaching dengan Alur TIRTA : Percakapan untuk perencanaan, Percakapan untuk pemecahan masalah, Percakapan untuk berefleksi, Percakapan untuk kalibrasi.

Umpan Balik berbasis Coaching terdiri dari Umpan Balik dengan Pertanyaan Reflektif, Umpan Balik menggunakan data yang valid. Supervisi akademik merupakan serangkaian aktivitas yang bertujuan untuk memberikan dampak secara langsung pada guru dan kegiatan pembelajaran mereka di kelas. Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita   menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma  pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu

Future (Penerapan):

Setelah mempelajari modu1 2.3. saya bertekad untuk mempraktikkan tiga kompetensi inti coaching, presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot dalam percakapan coaching. Membuat rencana, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi. Memberikan umpan balik dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching. Mempraktikkan rangkaian supervisi akademik yang berdasarkan  paradigma berpikir coaching. Selalu berusaha mingkatkan kemampuan diri dalam melakukan coaching dengan berlatih dan sering malakukan praktik coaching dengan rekan sejawat dan murid.

 

Popular Posts

Total Pageviews