Monday, January 18, 2016

PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENDORONG BERPIKIR TINGKAT TINGGI / HIGH ORDER THINKING SKILL (HOTS) SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Mengacu pada :
HOW AM I USING INQUIRY-BASED LEARNING TO IMPROVE MY PRACTICE AND TO ENCOURAGE HIGHER ORDER THINKING AMONG MY STUDENTS OF MATHEMATICS?

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat serta derasnya informasi di era globalisasi ini, merupakan tantangan bagi kita semua. Oleh karena itu, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat menghadapi tantangan tersebut. Untuk memperoleh sumber daya manusia yang berkualitas tersebut diperlukan adanya suatu pendidikan.

Pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Untuk mencapai suatu keberhasilan dalam pendidikan, seseorang memerlukan suatu cara agar mendapat pendidikan yang bermakna dan bermanfaat dalam kehidupannya. Pendidikan juga memberikan peranan penting dalam membentuk manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan akan terjadi proses pendewasaan diri, sehingga didalam proses pengambilan keputusan terhadap suatu masalah yang dihadapi selalu disertai dengan rasa tanggungjawab yang besar.
Mengingat pentingnya pendidikan bagi suatu negara, serta fungsi pembelajaran dalam pendidikan, maka diperlukan panduan untuk merumuskan tujuan pembelajaran bagi para praktisi pendidikan. Pada kegiatan pembelajaran, tentunya peserta didik diajarkan memecahkan masalah. Dalam mengajarkan bagaimana memecahkan masalah, guru seringkali memberikan contoh-contoh bagaimana memecahkan suatu masalah, tanpa memberikan kesempatan banyak pada peserta didik untuk berusaha menemukan sendiri penyelesaiannya. Sehingga dengan cara demikian peserta didik menjadi kurang kreatif dalam memecahkan masalah. Akibatnya peserta didik hanya mampu memecahkan masalah bila telah diberikan caranya oleh guru. Dengan demikian, seringkali melakukan kesalahan-kesalahan dalam menyelesaikan soal bahkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta didik jarang sekali terdeteksi oleh guru. Akibatnya, peserta didik mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama dalam menyelesaikan soal.
Disamping itu kebiasaan penggunaan tes obyektif sebagai evaluasi hasil belajar peserta didik, menyebabkan peserta didik tidak terbiasa menyelesaikan soal yang berbentuk uraian. Dampak yang muncul dari kondisi semacam itu adalah peserta didik mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah. Karena dalam menyelesaikan masalah khususnya masalah matematika dibutuhkan kemampuan untuk pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, evaluasi bahkan mencipta. Sehingga akan menjadikan peserta didik lemah dalam memecahkan masalah yang membutuhkan kemampuan kognitif yang tinggi.
Menurut Bloom (1956) kemampuan kognitif diklasifikasikan menjadi enam level kognitif yang lebih dikenal dengan nama taksonomi Bloom. Enam level kognitif terdiri dari tiga level terendah adalah pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi yang lebih dikenal dengan berpikir tingkat rendah (lower order thingking skills). Tiga level tertinggi adalah analisis, sintesis, dan evaluasi yang lebih dikenal dengan berpikir tingkat tinggi (higher order thingking skills). Berpikir tingkat tinggi (higher order thingking skills) memerlukan pembelajaran dan metode mengajar yang berbeda dari pembelajaran fakta (Krathwohl : 2002).
Lebih lanjut Miri et al, (2007) berpendapat bahwa :
“Problem solving, inferring, estimating, predicting, generalising and creative thinking are all considered to be higher order thinking skills”.
Ini berarti memecahkan masalah, menyimpulkan, memperkirakan, memprediksi, dan berpikir kreatif dianggap sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Menurut peneliti, dengan melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi diantara siswa dari segala usia adalah tujuan pendidikan yang penting dan kemampuan berpikir tingkat tinggi  merupakan elemen penting dari kesuksesan (Gough, 1991; Marzano, 1998; Zohar et al, 2001; Sousa, 2008; Tuhan dan Baviskar, 2007). Oleh karena itu mengingat betapa pentingnya siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi seharusnya sebagai pendidik dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan atau mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Salah satu cara untuk mendorong siswa untuk berpikir tingkat tinggi adalah dengan menggunakan pembelajaran berbasis inquiry (IBL).
Pembelajaran berbasis inquiry (IBL) dapat mendorong kemampuan berpikir tingkat tinggi dikarenakan saat pembelajaran berbasis inquiry siswa terlibat aktif selama pembelajaran dikelas sehingga siswa diharapkan untuk mengembangkan kapasitas untuk berpikir, alasan, dan memecahkan masalah dengan cara matematis yang tepat, koneksi dengan pengetahuan sebelumnya dan pengalaman siswa selama pembelajaran.
Inqury berasal dari kata to inquire yang berarti ikut serta, atau terlibat, dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mencari informasi, dan melakukan penyelidikan.Ia menambahkan bahwa pembelajaran inqury ini bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk membangun kemampuan itu.
Lebih lanjut untuk menilai kemampuan berpikir tingkat tinggi diantara siswa dapat menggunakan taksonomi SOLO Structure of Observed Learning Outcomes). Biggs dan Collis (1982) mendesain taksonomi SOLO sebagai suatu alat evaluasi tentang kualitas respons siswa terhadap suatu tugas. Biasanya, mengukur kemampuan siswa dalam merespon (baca: menjawab) suatu masalah matematika dengan cara membandingkan jawaban benar optimal dengan jawaban yang diberikan siswa. Taksonomi SOLO digunakan untuk mengukur kualitas jawaban siswa terhadap suatu masalah berdasar pada kompleksitas pemahaman atau jawaban siswa terhadap masalah yang diberikan.
Menurut Biggs dan Collis (1982) dan Kanuka (2005) dalam taksonomi SOLO tingkat kemampuan respon siswa dikelompokkan dalam 5 level yaitu, level 0: prastruktural (pre-structural), level 1: unistruktural (uni-structural), level 2: multistruktural (multy-structural), level 3: relasional (relational), dan level 4: extended abstract.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengambil judul tentang “ Bagaimana Menggunakan Pembelajaran Berbasis Inquiry Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi  Siswa Pada pembelajaran Matematika”.
B.       Pertanyaan Makalah
Pertanyaan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana menggunakan pembelajaran berbasis inquiry untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi  siswa pada pembelajaran matematika.
C.       Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda, mewujudkan kesatuan pandangan, dan kesamaan pemikiran, perlu kiranya ditegaskan istilah-istilah yang berhubungan dengan makalah ini sebagai berikut :
1.      Pembelajaran berbasis inquiry
Pembelajaran berbasis inquiry adalah sebuah pendekatan pembelajaran yang menempatkan guru sebagai fasilitator, guru membimbing siswa yang diperlukan.Dalam pendekatan pembelajaran ini, siswa didorong untuk berfikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari.
2.      Level inqury
Menurut Herron (Dalam Bunchi and Bell)[3], ada empat level inquiry. Level ini didasarkan pada intensitas belajar yang dialami oleh siswa. Keempat level dimaksud adalah sebagai berikut :
a.       Level 0, Control Inquiry
Masalah, prosedur, metode, solusi diberikan kepada siswa.Siswa melakukan percobaan dan menverifikasi hasil dengan manual.
b.      Level 1, GuidedInquiry
Masalah dan prosedur diberikan pada siswa.Siswa menafsirkan data dalam rangka untuk mengajukan solusi nyata.
c.       Level 2, OpenInquiry
Masalah diberikan kepada siswa. Siswa mengembangkan prosedur untuk menginvestigasi masalah, memutuskan data apa yang dikumpulkan, dan menafsirkan data untuk menghasilkan solusi nyata.
d.      Level 3, AutonomousInquiry
Siswa merumuskan sendiri pertanyaan penelitian, mengeskplorasi, mengembangkan prosedur untuk menginvestigasi masalah, memutuskan data apa yang akan dikumpulkan, dan menafsirkan dalam rangka untuk mengajukan solusi nyata. Siswa menginvestigasi sendiri layaknya ilmuwan. Guru sama sekali tidak membantu siswa dalam merumuskan dan memecahkan masalah. Siswa mandiri sepenuhnya.
3.      Berpikir Tingkat Tinggi
Berpikir tingkat tinggi adalah klasifikasi tujuan pendidikan pada ranah kognitif menurut taksonomi Bloom yang terdiri dari tiga level yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi.
4.      Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

 Untuk Lebih Lengkap Unduh disini

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Popular Posts

Total Pageviews